-->
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tidak ada sejarah intelektual di dunia
islam yang begitu mengharu biru selain sejarah filsafat,baik yang berupa
filsafat murni maupun yang berwujud dalam system tasawuf falsafi. Di satu sisi,
sumbangannya terhadap kegemilangan paradapan islam tidak bisa di pungkiri,
tetapi di sisi lain, filsafat juga di anggap sebagai unsur luar yang
mengacak-acak ajaran islam. Kalau antara ilmu fiqih dan ilmu kalam masih bisa
bergandengan, maka perseteruan antara fiqih dengan filsafat telah melahirkan
sekian klaim pengafiran, bahkan lebih dari itu, pembunuhan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas dapat
kita ketahui bahwa filsafat barat sangat berpengaruh terhadap dunia islam oleh
karena itu pada kali ini kami akan membahas “Pengaruh Filsafat Yunani &
Filsafat Romawi Terhadap Filsafat Islam”.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENGARUH FILSAFAT YUNANI & FILSAFAT ROMAWI TERHADAP FILSAFAT ISLAM
A. Pengaruh Filsafat Yunani Terhadap Filsafat Islam
Menurut catatan para sejarawan, orang yang
pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah Pythagoras dari Yunani yang
lahir antara 582 – 496 SM. Pada waktu itu arti filsafat belum begitu jelas.
Kemudian arti filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini.[1]
Filosop Yunani, seperti Plato misalnya
memberikan definisi filsafat sebagai suatu pengetahuan tentang segala sesuatu.
Sedangkan Aritoteles beranggapan, bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki
sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum
sekali.[2]
Pusat-pusat
ilmu pengetahuan purbakala yang ada di Yunani dan Alexandria, dan sebelumnya
Mesir serta Babylonia maupun Persia, jatuh ke tangan kaum muslimin. Kota-kota
seperti Antioch, Harran dan Jundishapur menjadi bagian dari Dar Al-Islam.
Menjelang berakhirnya bani Umayyah dan permulaan periode bani Abbasiyah,
penerjemahan bahasa-bahasa purbakala mulai dilakukan ke dalam bahasa Arab
dengan bantuan orang-orang terpelajar dari berbagai pusat tersebut. Proses
penerjemahan memakan waktu hampir 150 hingga 200 tahun yang berhasil
menerjemahkan sebagian besar filsafat dan ilmu pengetahuan purbakala ke dalam
bahasa Arab dan untuk waktu 700 tahun berikutnya, bahasa Arab menjadi bahasa
ilmu pengetahuan yang paling penting di seluruh dunia.[3]
Tentu saja,
aktifitas para filsuf muslim di atas bersentuhan dengan penafsiran al-Qur’an.
Bahkan kecenderungan menafsirkan al-Qur’an secara filosofis besar sekali.
Al-Kindi misalnya yang dikenal sebagai Bapak Arab dan Muslim, berpendapat bahwa
untuk memahami al-Qur’an dengan benar isinya harus ditafsirkan secara rasional
bahkan filosofis.
Al-Kindi
berpendapat bahwa al-Qur’an mengandung ayat-ayat yang mengajak manusia untuk
merenungkan peristiwa-peristiwa alam dan menyingkapkan makna yang lebih dalam
dibalik terbit tenggelamnya matahari, berkembang menyusutnya bulan, pasang
surutnya air laut dan seterusnya. Ajakan ini merupakan seruan untuk
berfilsafat. Seperti halnya Al-Kindi, Ibn Rusyd pun berpendapat demikian. Lebih
jauh, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa tujuan dasar filsafat adalah memperoleh
pengetahuan yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini, filsafat sesuai dengan
agama sebab tujuan agama pun tidak lain adalah menjamin pengetahuan yang benar
bagi umat manusia dan menunjukan jalan yang benar bagi kehidupan yang praktis.
Itulah
sebabnya, Nurkholis Madjid menyatakan bahwa sumber dan pangkal tolak filsafat
dalam Islam adalah ajaran Islam sendiri sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an
dan Sunnah. Meskipun memiliki dasar yang kokoh dalam sumber-sumber ajaran Islam
sendiri, filsafat banyak mengandung unsur-unsur dari luar, terutama Hellenisme
atau dunia pemikiran Yunani.[4]
Uraian di atas
terlihat jelas bahwa di satu sisi, filsafat Islam berkembang setelah umat Islam
memiliki hubungan interaksi dengan dunia Yunani, seperti yang disebutkan, baik
oleh Ahmad Fuad Al-Ahwani maupun Nurkholis Madjid yang menyatakan bahwa
pemakaian kata “filsafat” di dunia Islam digunakan untuk menerjemahkan kata
“hikmah” yang ada dalam teks-teks keagamaan Islam, seperti dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Dengan
demikian, tampak jelas adanya hubungan yang bersifat akomodatif bahwa filsafat
Yunani memberi modal dasar dalam pelurusan berpikir yang ditopang sejatinya
oleh Al-Qur’an sejak dulu. Secara teologis dapat dikatakan bahwa sumber Al-Qur’an
secara azali telah ada maka filsafat
Yunani hanya sebagai pembuka, sementara bahan-bahannya sudah ada di dalam
Al-Qur’an sebagai desain besar Allah SWT.[5]
B. Pengaruh Filsafat Romawi terhadap Filsafat Islam
Ciri-ciri Fase Hellenisme-Romawi
Meskipun keseluruhan masa
Hellenisme Romawi mempunyai corak yang sama, namun apabila mengingat
perkembangannya, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, dimana tiap-tiap masa
mempunyai corak tersendiri.
Masa pertama, masa pertama dimulai dari empat abad sebelum masehi sampai
pertengahan abad pertama sebelum masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya
ialah:
- Aliran Stoa
(ar-Riwaqiyyah) dengan Zeno sebagai pendirinya. Ia mengajarkan agar
manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan
(jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat
kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala
sesuatu.
- Aliran Epicure, dengan
Epicurus sebagai pendirinya. Aliran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan
manusia merupakan tujuan utama.
- Aliran Skeptis
(ragu-ragu) yang meliputi “aliran Phyro” dan “aliran akademi Baru” aliran
skeptis mengajarkan bahwa untuk sampai kepada kebenaran, kita harus
percaya dulu bahwa segala sesuatu itu tidak benar, kecuali sesudah dapat
dibuktikan kebenarannya. Ajaran lain ialah bahwa pengetahuan manusia tidak
akan sampai kepada kebenaran, atau dengan perkataan lain mengingkari
kebenaran mutlak (obyektif).
- Aliran elektika-pertama
(aliran seleksi).
Masa kedua ini dimulai dari pertengahan abad pertama sebelum masehi sampai
pertengahan abad ketiga masehi. Corak pemikiran pada masa ini ialah seleksi dan
penggabungan, yaitu memilih beberapa pikiran filsafat kuno dan menggabungkan
pikiran-pikiran itu satu sama lain, atau menggabungkan pikiran-pikiran itu di
satu pihak dengan ketentuan agama dan tasawuf timur di lain pihak. Masa ini
terkenal dengan adanya ulasan ilmiah terhadap kerja-kerja filosof-filosof
Yunani. Aliran yang terdapat pada masa ini ialah; 1) aliran peripatetic
terakhir, 2) aliran Stoa baru; 3) aliran epicure baru; 4) aliran Pythagoras,
dan 5) aliran filsafat Yahudi dan Plato.
Filsafat Hellenisme Yahudi
ialah suatu pemikiran filsafat, di mana filsafat Yahudi dipertemukan dengan
kepercayaan Yahudi, dengan jalan penggabungan atau mendekatkan salah satunya
kepada lain, atau membuat susunan baru yang mengandung kedua unsur tersebut.
Masa ketiga ini dimulai dari abad ketiga Masehi sampai pertengahan abad
keenam masehi di Bizantium dan Roma, atau sampai pertengahan abad ketujuh atau
kedelapan di Iskandariah dan Timur dekat (Asia Kecil). Pada masa ketiga ini
kita mengenal aliran-aliran 1) Neo platonisme; 2) iskandariah; 3) filsafat di
asia kecil, yang terdapat di antiochia, harran, ar ruha dan nissibis.
Aliran-aliran ini merupakan kegiatan terakhir menjelang timbulnya ‘aliran
Bagdad” yaitu aliran filsafat Islam.
Aliran iskandariah mempunyai corak tersendiri yang lain dari aliran Neo
Platonisme, meskipun kedua aliran tersebut memberikan ulasan-ulasan
terhadapnya. Perhatian aliran Iskandariah lebih banyak ditujukan kepada
lapangan eksakta, seperti matematika, fisika, dari pada kepada lapangan
metafisika, bahkan dengan berlalunya masa maka soal-soal metafisika
ditinggalkan sama sekali.
Tokoh-tokoh
aliran Iskandariah ialah; Hermias, Stepanus, dan Yoannes Philoponos.
Diantara
aliran-aliran filsafat dari masa ketiga, Neo Platonisme lah yang terpenting dan
yang paling banyak pengaruhnya terhadap filsafat Islam.
Aliran neo platonisme merupakan rangkaian terakhir atau rangkaian sebelum
terakhir dari fase Hellenisme Romawi, yaitu fase mengulang yang lama dan bukan
fase mencipta yang baru. Neo Platonisme ini juga masih berkisar pada filsafat
Yunani, tasawuf timur dan memilih dari sana sini, kemudian digabungkannya.
Karena itu di dalamnya terdapat ciri-ciri filsafat Yunani yang kadang-kadang
bertentangan dengan agama-agama langit, yaitu agama Yahudi dan agama Masehi,
karena dasar filsafat tersebut ialah kepercayaan rakyat yang mempercayai sumber
kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, mempercayai sumber kekuasaan
yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka di dalam Neo Platonisme
merupakan rangkaian terakhir atau rangkaian sebelum terakhir dari fase
Hellensime Romawi, yaitu fase mengulang yang lama dan bukan fase mencipta yang
baru. Neo Platonisme ini juga masih berkisar pada filsafat Yunani, tasawuf
timur dan memilih dari sana sini, kemudian digabungkannya. Karena itu
didalamnya terdapat ciri-ciri filsafat Yunani yang kadang-kadang bertentangan
dengan agama-agama langit, yaitu agama Yahudi dan agama masehi, karena dasar
filsafat tersebut ialah kepercayaan rakyat yang mempercayai sumber kekuasaan
yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka didalam Neo Platonisme
terdapat unsur-unsur Platonisme, Pythagoras, Aristoteles, Stoa dan tasawuf
timur. Jadi Neo Platonisme mengandung unsur-unsur kemanusiaan (hasil usaha
pemikiran manusia), keagamaan dan keberhalaan (bukan agama langit).
Neo Platonisme yang
meliputi unsur-unsur ini semua datang kepada kaum muslimin dengan melalui
aliran Masehi di Timur Dekat, tetapi dengan sampul lain, yaitu tasawuf Timur
dan pengakuan akan keesaan Tuhan, zat “Yang pertama’, dengan ketungalan yang
sebenar-benarnya.[6]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dri pembahasan diatas menunjukkan bahwa ada keterkaitan pemikiran
yang berkembang antara budaya, pola pikir dan wawasan keilmuan antara Islam
dengan Yunani & ROMAWI, dibuktikan dengan beberapa bentuk pengembangan
keilmuan dan penerjemahan karya seseorang. Selain penggunaan teori-teori filosof Yunani & romawi diambil oleh filsuf Islam.
Para filosof Islam tercatat memberikan
sumbangan pengetahuannya kepada perkembangan ilmu itu sendiri menamakannya
dengan filsafat Islam. Hal ini menunjukkan Islam bukan sekedar nama agama.
B. SARAN
Islam bukan sekedar nama
agama, tetapi juga mengandung unsur kebudayaan dan peradaban yang tinggi dalam
filsafat dan layak untuk ditumbuhkembangkan kepada generasi sesudahnya.
Pembahasan materi ini mungkin masih kurang
sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari
para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahman, Fazlur. 1994. A Young Muslim’s Guide to the Modern World. Alih Bahasa Menjelajah Dunia Modern. Bandung : Mizan
Panuju, Panut. 1994. Kuliah Filsafat Isla. Lampung : Gunung
Pesagi
Supriyadi, Dedi. 2009. Pengantar Filsafat Islam.
Bandung : Pustaka Setia
http://www.masbied.com/2010/06/04/filsafat-hellenisme-dan-romawi/
Madjid, Nurcholis. 1995. Islam Doktrin dan Peradaban :
Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina.
[2] Panut Panuju, Kuliah Filsafat Islam, (Lampung
: Gunung Pesagi, 1994), hal. 2
[3] Fazlur
Rahman, A Young Muslim’s Guide to the Modern World, Alih Bahasa Menjelajah
Dunia Modern, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 84
[4] Nurcholis Madjid, Islam Doktrin
dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan
Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1995), Cetakan III, hlm. 218-219
[5] Dedi Supriyadi, Dedi Supriyadi, Pengantar
Filsafat Islam, (Bandung : Pustaka setia, 2009), hlm. 46
[6] http://www.masbied.com/2010/06/04/filsafat-hellenisme-dan-romawi/
1 komentar:
artikel yang sangat menarik.....jangan lupa singgah di blog sya ya..duniapendidikan33.blogspot.com
Post a Comment