وَعَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ
مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
وَلِأَصْحَابِ السُّنَنِ : اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ يَغْتَسِلُ مِنْهَا فَقَالَتْ :
إنِّي كُنْت جُنُبًا فَقَالَ : إنَّ الْمَاءَ لَا يَجْنُبُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ
خُزَيْمَةَ
Dari Ibnu Abbas r.a: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah r.a. Diriwayatkan oleh Imam
Muslim.
Menurut para pengarang kitab Sunan: Sebagian istri Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mandi dalam satu tempat air, lalu Nabi datang
hendak mandi dengan air itu, maka berkatalah istrinya: Sesungguhnya aku sedang
junub. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu
tidak menjadi junub." Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.
Derajat Hadits:
Hadits ini
shahih.
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
telah tercacati dengan pertentangan di riwayat Amr bin Dinar. Akan tetapi telah
ada hadits di Shahihain secara terpelihar tanpa pertentangan, dengan lafadz,
“bahwa nabi –shallalahu ‘alaihi wa sallam- dan Maimunah mandi berdua di dalam
satu bak.” Lafadz ini jika tidak bertentangan dengan riwayat Muslim, maka yang
bertentangan itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ashabussunnan, dan inilah
yang benar.
Ibnu Abdil Haadi berkata di Al
Muharror, “At Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Adz Dzahabi
menshahihkannya.
Ibnu Hajar berkata di At Talkhis,
“beberapa ulama mencacati hadits ini dengan Simak bin Harb riwayat dari Ikrimah,
karena dia menerima talqin, akan tetapi diriwayatkan dari Syu’bah. Dan Syu’bah
tidaklah mengambil dari Syaikhnya melainkan shahih haditsnya.
Faedah Hadits:
1. Bolehnya
seorang laki-laki mandi dengan air bekas bersucinya wanita walaupun wanita
tersebut junub, dan kebalikannya lebih diperbolehkan bagi wanita untuk mandi
dengan air bekas bersucinya laki-laki.
2. Mandinya orang
yang junub atau wudhu’nya orang yang berwudhu dari wadah tidak memberikan dampak
terhadap kesucian air, maka air tetap dalam kesuciannya.
3. Al Wazir dan An
Nawawi menceritakan adanya ijma’ atas bolehnya laki-laki berwudhu’ dengan air
bekas bersucinya wanita walaupun mereka tidak wudhu' bersama. Kecuali ada salah
satu riwayat dari Ahmad, yaitu riwayat yang masyhur bagi pengikutnya. Dan
riwayat lain, beliau berkata di Al Inshof, dan dari Imam Ahmad, “hilangnya
hadats laki-laki tersebut" dan inilah pendapat yang benar dari dua pendapat yang
ada, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu ‘Uqoil dan Abu Khottob dan Al
Majid.
Dikatakan di
Syarhul Kabir, “inilah madzhab imam yang tiga”.
Adapun wudhu’nya
wanita dengan air bekas bersucinya laki-laki maka boleh tanpa ada perbedaan
pendapat.
Diterjemahkan dari
kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah Al Bassam
hafizhohullah
Tambahan:
Jumhur ulama dan
salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa tidak mengapa laki-laki
(suami) berwudhu' atau mandi dengan air bekas wudhu'nya wanita (istri),
berdasarkan hadits Maimunah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (Hadits 7 di
atas), dan hadits ini lebih shahih dibandingkan hadits 6. Kebanyakan ulama
mendho'ifkan hadits 6, (seperti Imam Bukhori, An Nawawi, Ibnul Qoyyim, dll.)
Namun, ada juga
ulama yang menshahihkan hadits 6 tersebut seperti Syaikh Al Albani di kitab
Shahih Abu Dawud, dishahihkan juga oleh Syaikh Al Bassam (seperti keterangan di
atas). Karena hadits-hadits tersebut shahih, maka sebagian ulama berusaha
menjama' (mengkombinasikan) antar hadiits-hadits tersebut, cara
mengkombinasikannya yaitu hadits 6 di atas merupakan larangan yang tidak
berkonsekuensi haram, akan tetapi larangan tersebut hanya untuk menjaga
kebersihan saja, dan bermakna lebih utama meniggalkannnya, tetapi jika dia
melakukannya maka tidak mengapa.
Berkata Syaikh
Shalih Al Fauzan hafidzahullah, "larangan tersebut dimaknai untuk
kebersihan sehingga terjama'lah dalil-dalil yang ada, ketika air lain ada maka
sebaiknya mandi dengannya, tidak dengan air bekas bersuci wanita. Adapun jika
butuh untuk menggunakan air bekas bersuci wanita, maka hilanglah hukum
makruhnya, karena mandi itu wajib dan wudhu juga wajib, tidak ada kemakruhan
ketika kondisinya butuh untuk menggunakan air tersebut. Jika Anda menemukan air
yang banyak, maka lebih baik si laki-laki tidak mandi dengan air bekas wanita,
dan wanita tidak mandi dengan air bekas laki-laki." Demikian juga pendapat
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulllah.
Kesimpulan:
Pendapat yang lebih kuat dalam
masalah ini adalah lebih utama bagi seorang laki-laki (suami) tidak mandi atau
berwudhu' dengan air bekas bersuci wanita (istri), tetapi jika dalam keadaan
butuh, maka tidak mengapa menggunakannya. Wallahu
a'lam.
0 komentar:
Post a Comment