BAB
I
Pendahuluan
- Latar Belakang Masalah
Moral
merupakan masalah yang sekarang ini sangat banyak meminta perhatian, terutama
bagi para pendidik, ulama, pemuka masyarakat dan para orang tua. Tidak
henti-hentinya kita mendengar berita tentang tindakan kriminalitas yang
dilakukan oleh anak-anak, seperti yang terjadi di beberapa daerah yang hampir
setiap minggu diberitakan di berbagai media, baik media cetak maupun
elektronik.
Pendidikan
merupakan alat strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan
moral dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Adapun moral sama
dengan etika, atau kesusilaan yang diciptakan oleh akal, adat dan agama, yang
memberikan norma tentang bagaimana kita harus hidup.Nilai moral pada dasarnya
adalah mengupayakan anak mempunyai kesadaran dan berprilaku taat moral yang
secara otonom berasal dari dalam diri sendiri. Selanjutnya dalam makalah ini
akan kita bahas mengenai Konsep Dasar Perkembangan Moral.
- Rumusan Masalah
Dari
latar belakang masalah di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yang
meliputi:
- Apa pengertian dari perkembangan moral?
- Bagaimana teori perkembangan moral?
- Apa saja tahapan perkembangan moral?
BAB
II
Pembahasan
- Pengertian Perkembangan Moral
Menurut
pendapat para psikolog, istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan
sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang tampak.[1]Moral
dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores jamak dari kata mos
yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa indonesia dikatakan
bahwa moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya
moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.[2]
Perkembangan
moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar
mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal,
yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial
dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian
konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ; Power,2004 ; Walker &Pitts,1998).
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Teori Perkembangan Moral
Ada
beberapa teori Perkembangan moral menurut beberapa ahli, yang meliputi:
1) Jean
Piaget (1896-1980) menyusun teori perkembangan moralnya yang dikenal sebagai
teori struktural-kognitif. Teori ini
melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil interaksi antara pelaksana
aturan, pengikut atau
pembuatnya secara individual
dengan kerangka jalinan aturan
yang bersangkutan yang menunjukkan esensi moralitas itu. Fokus teori ini ada
pada sikap, perasaan (afeksi), serta kognisi dari individu terhadap perangkat
aturan yang bersangkutan (Kurtines, 1992: 513). Piaget melakukan penelitiannya
yang menunjukkan adanya kontradiksi yang jelas antara perubahan persepsi
yang berkaitan dengan
usia dan ketaatan
terhadap aturan. Kontradiksi
yang dimaksud diselesaikan dengan
jalan mengklasifikasikan penalaran moral dan anak-anak yang agak kecil dan yang agak
besar (Burton, 1992:
323-324). Berdasarkan penelitian
itu dirumuskan dua buah
urutan perkembangan yang
paralel: satu rumusan
urutan perkembangan berkenaan dengan pelaksanaan aturan, sedang
rumusan lainnya berkenaan dengan kesadaran akan peraturan.
2) Teori
perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan teori
struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya. Di atas bangunan
teori Piaget itu, Lawrence Kohlberg mengusulkan suatu teori perkembangan
pemikiran moral (teori development-kognitif). Teori ini menyatakan bahwa setiap
individu melalui sebuah "urutan berbagai tahapan" (invariant sequence
of stages) moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus
(distinctive) yang diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral
(Kneller,1984: 110).[3]
- Tahap-Tahapan Perkembangan Moral
Beberapa
tahap-tahapan Perkembangan moral menurut beberapa ahli, diantaranya:
- Menurut Jean Piaget ada 4 tahapan, yaitu:
Pada
Tahap I
Pada anak
sekitar usia 1
sampai 2 tahun,
pelaksanaan peraturan masih
bersiifat motor acitivity, belum
ada kesadaran akan
adanya peraturan. Semua
geraknya masih belum dibimbing oleh pikiran tentang adanya
peraturan yang harus ditaatinya.
Pada
Tahap II
Pada usia
sekitar 2 sampai
6 tahun, sudah
mulai ada kesadaran
akan adanya peraturan, namun menganggap peraturan itu
bersifat suci, tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, merubah peraturan merupakan kesalahan besar. Dalam
pelaksanaan peraturan mereka
ini masih bersifat egosentrik, berpusat pada dirinya.
Pada
Tahap III
Pada
usia sekitar 7 sampai 10 tahun pelaksanaan peraturan sudah mulai
bersifat sebagai aktivitas
sosial, sifat egosentrik sudah mulai ditinggalkan. Dalam tahap ini sudah ada
keinginan yang kuat untuk memahami
peraturan, dan setia mengikuti peraturan tersebut. Sifat heteronomi mulai bergeser pada sifat
otonomi.
Pada
Tahap IV
Pada
usia sekitar 11 sampai 12 tahun kemampuan berpikir anak sudah mulai berkembang.
Pada tahap ini sudah ada kemampuan untuk berpikir abstrak, sudah ada kesadaran
bahwa peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama. Tahap ini merupakan tahap
kodifikasi atau tahap pemantapan peraturan (Soenarjati dan Cholisin, 1989:
34-35).[4]
- Menurut Lawrence Kohlberg tahapan itu meliputi:
Tingkat
|
Tahap
|
Pre Conventional (4-10) |
Tahap 1. Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman.
Anak
mengganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan yang ditentukan oleh adanya kekuasaan yang
tidak bisa diganggu gugat. Ia hanya menurut kalau tidak ingin kena hukuman.
|
Tahap 2. Relativistik hedonism.
Pada tahap
ini, anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar
dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap
kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi ada relativisme, artinya
bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Misalnya:
mencuri ayam karena kelaparan, karena perbuatan mencurinya untuk memenuhi
kebutuhannya (lapar) maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral,
meskipun perbuatan mencuri itu sendiri diketahui sebagai perbuatan yang
salah.
|
|
Conventional (10–13) |
Tahap 3. Orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini anak mulai memasuki belasan tahun,
dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai
baik atau tidak baik oleh orang lain.
Masyarakat adalah sumber belajar yang menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau tidak. Menjadi ‘anak manis” masih sangat penting dalam stadium ini. |
Tahap 4. Mempertahankan norma-norma sosial dan
otoritas.
Pada stadium ini perbuatan baik yang diperlihatkan
seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan
bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma
sosial. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan
aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
|
|
Post Conventional (13 ke atas ) |
Tahap 5. Orientasi terhadap perjanjian antara
dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara
dirinya dengan lingkungan sosial dengan masyarakat. Seseorang harus
memperlihatkan kewajiban, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial
karena sebaliknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan
perlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga tampak dalam hal ini. Remaja
masih mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi.
Meskipun di stadium ini kata hati sudah mulai berbicara, namun penilaian –
penilainnya masih belum timbul dari kata hati yang sudah betul-betul
diintenalisasi, yang sering tampak pada sikap yang kaku.
|
Tahap 6. Prinsip etis universal
Pada tahap ini ada norma etik di samping norma
pribadi dan subyektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang dengan
masyarakatnya ada unsur-unsur subyektif yang menilai apakah suatu perbuatan
itu baik atau tidak. Subyektivisme ini berarti ada perbedaan penilaian antara
seseorang dengan orang lain. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa
yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Remaja mengadakan
penginternalisasian moral yaitu remaja melakukan tingkah laku – tingkah laku
moral yang dikemudikan oleh tanggung
jawab batin sendiri. Tingkat perkembangan moral pasca konvensional harus dicapai selama masa remaja.[5] |
BAB
III
Penutup
- Kesimpulan
Moral
merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait
dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima
serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki
moral yang baik, Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari
lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari
bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan,
norma-norma/nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan
untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai
yang dianutnya itu disebut moralitas.
Perkembangan
moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar
mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal,
yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial
dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian
konflik.
- Saran
Hendaknya
sebagai pendidik harus mengetahui perkembangan, teori-teori, tahap-tahapan
moral anak didiknya sehingga dalam kegiatan belajar mengajar dapat tercapai
kesuksesan dan tepat sasaran.
Pembahasan
materi dalam makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis
masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.
Daftar
Pustaka
Islamuddin,
Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Nata,
Abuddin. 2011. Akhlak Taswuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Syah,
Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya)
http://yudhoshare.blogspot.com/2012/11/teori-perkembangan-kognitif-dan-teori_1.html
[1]Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm: 28
[2]
Prof. DR. H. Abuddin Nata,
M.A., Akhlak Taswuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm: 92
[4]
Ibid
[5]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), hlm: 77-78
1 komentar:
kak ini knp cmn sebagian layar aja? yang sebelahnya materi gak kebaca
Post a Comment