Saturday, January 4, 2014

Konsep Dasar Perkembangan Moral



BAB I
Pendahuluan

  1. Latar Belakang Masalah
Moral merupakan masalah yang sekarang ini sangat banyak meminta perhatian, terutama bagi para pendidik, ulama, pemuka masyarakat dan para orang tua. Tidak henti-hentinya kita mendengar berita tentang tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak, seperti yang terjadi di beberapa daerah yang hampir setiap minggu diberitakan di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik.
Pendidikan merupakan alat strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Adapun moral sama dengan etika, atau kesusilaan yang diciptakan oleh akal, adat dan agama, yang memberikan norma tentang bagaimana kita harus hidup.Nilai moral pada dasarnya adalah mengupayakan anak mempunyai kesadaran dan berprilaku taat moral yang secara otonom berasal dari dalam diri sendiri. Selanjutnya dalam makalah ini akan kita bahas mengenai Konsep Dasar Perkembangan Moral.
  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yang meliputi:
  1. Apa pengertian dari perkembangan moral?
  2. Bagaimana teori perkembangan moral?
  3. Apa saja tahapan perkembangan moral?


BAB II
Pembahasan

  1. Pengertian Perkembangan Moral
Menurut pendapat para psikolog, istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang tampak.[1]Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.[2]
Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ; Power,2004 ; Walker &Pitts,1998). Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.

  1. Teori Perkembangan Moral
Ada beberapa teori Perkembangan moral menurut beberapa ahli, yang meliputi:
1)      Jean Piaget (1896-1980) menyusun teori perkembangan moralnya yang dikenal sebagai teori struktural-kognitif.  Teori ini melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil interaksi antara  pelaksana  aturan,  pengikut  atau  pembuatnya  secara  individual  dengan  kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang menunjukkan esensi moralitas itu. Fokus teori ini ada pada sikap, perasaan (afeksi), serta kognisi dari individu terhadap perangkat aturan yang bersangkutan (Kurtines, 1992: 513). Piaget melakukan penelitiannya yang menunjukkan adanya kontradiksi yang jelas antara perubahan persepsi yang  berkaitan  dengan  usia  dan  ketaatan  terhadap  aturan.  Kontradiksi  yang  dimaksud diselesaikan dengan jalan mengklasifikasikan penalaran moral dan anak-anak  yang agak kecil dan yang  agak  besar  (Burton,  1992:  323-324).  Berdasarkan  penelitian  itu  dirumuskan  dua buah  urutan  perkembangan  yang  paralel:  satu  rumusan  urutan  perkembangan  berkenaan dengan pelaksanaan aturan, sedang rumusan lainnya berkenaan dengan kesadaran akan peraturan.
2)      Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan teori struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya. Di atas bangunan teori Piaget itu, Lawrence Kohlberg mengusulkan suatu teori perkembangan pemikiran moral (teori development-kognitif). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu melalui sebuah "urutan berbagai tahapan" (invariant sequence of stages) moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus (distinctive) yang diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral (Kneller,1984: 110).[3]


  1. Tahap-Tahapan Perkembangan Moral
Beberapa tahap-tahapan Perkembangan moral menurut beberapa ahli, diantaranya:
  1. Menurut Jean Piaget ada 4 tahapan, yaitu:
Pada Tahap I
Pada  anak  sekitar  usia  1  sampai  2  tahun,  pelaksanaan  peraturan  masih  bersiifat  motor acitivity,  belum  ada  kesadaran  akan  adanya  peraturan.  Semua  geraknya  masih  belum dibimbing oleh pikiran tentang adanya peraturan yang harus ditaatinya.
Pada Tahap II
Pada  usia  sekitar  2  sampai  6  tahun,  sudah  mulai  ada  kesadaran  akan  adanya  peraturan, namun menganggap peraturan itu bersifat suci, tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, merubah peraturan  merupakan kesalahan besar. Dalam pelaksanaan  peraturan  mereka  ini masih bersifat egosentrik, berpusat pada dirinya.
Pada Tahap  III
Pada usia sekitar 7 sampai 10 tahun pelaksanaan peraturan sudah  mulai  bersifat  sebagai aktivitas sosial, sifat egosentrik sudah mulai ditinggalkan. Dalam tahap ini sudah ada keinginan yang kuat untuk memahami  peraturan, dan setia mengikuti peraturan tersebut.   Sifat heteronomi mulai bergeser pada sifat otonomi.
Pada Tahap IV
Pada usia sekitar 11 sampai 12 tahun kemampuan berpikir anak sudah mulai berkembang. Pada tahap ini sudah ada kemampuan untuk berpikir abstrak, sudah ada kesadaran bahwa peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama. Tahap ini merupakan tahap kodifikasi atau tahap pemantapan peraturan (Soenarjati dan Cholisin, 1989: 34-35).[4]


  1. Menurut Lawrence Kohlberg tahapan itu meliputi:
Tingkat
Tahap

Pre
Conventional (4-10)
Tahap 1. Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman.
Anak mengganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan yang ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia hanya menurut kalau tidak ingin kena hukuman.
Tahap 2. Relativistik hedonism.
Pada tahap ini, anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi ada relativisme, artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Misalnya: mencuri ayam karena kelaparan, karena perbuatan mencurinya untuk memenuhi kebutuhannya (lapar) maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu sendiri diketahui sebagai perbuatan yang salah.

Conventional
(10–13)
Tahap 3. Orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini anak mulai memasuki belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Masyarakat adalah sumber belajar yang menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau tidak. Menjadi ‘anak manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
Tahap 4. Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
Pada stadium ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Post Conventional
(13 ke atas )
Tahap 5. Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajiban, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial karena sebaliknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga tampak dalam hal ini. Remaja masih mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi. Meskipun di stadium ini kata hati sudah mulai berbicara, namun penilaian – penilainnya masih belum timbul dari kata hati yang sudah betul-betul diintenalisasi, yang sering tampak pada sikap yang kaku.

Tahap 6. Prinsip etis universal
Pada tahap ini ada norma etik di samping norma pribadi dan subyektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang dengan masyarakatnya ada unsur-unsur subyektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Subyektivisme ini berarti ada perbedaan penilaian antara seseorang dengan orang lain. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Remaja mengadakan penginternalisasian moral yaitu remaja melakukan tingkah laku – tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung
jawab batin sendiri. Tingkat perkembangan moral pasca konvensional harus dicapai selama masa remaja.[5]






BAB III
Penutup

  1. Kesimpulan
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma/nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas.
Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik.

  1. Saran
Hendaknya sebagai pendidik harus mengetahui perkembangan, teori-teori, tahap-tahapan moral anak didiknya sehingga dalam kegiatan belajar mengajar dapat tercapai kesuksesan dan tepat sasaran.
Pembahasan materi dalam makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.
Daftar Pustaka

Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Nata, Abuddin. 2011. Akhlak Taswuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)
http://yudhoshare.blogspot.com/2012/11/teori-perkembangan-kognitif-dan-teori_1.html


[1]Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm: 28
[2] Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Taswuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm: 92
[4] Ibid
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm: 77-78

1 komentar:

Unknown said...

kak ini knp cmn sebagian layar aja? yang sebelahnya materi gak kebaca

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Zudi Pranata. Powered by Blogger.
 
;