Friday, May 24, 2013

KURIKULUM 2013; ANTARA SIKLUS DENGAN PROGRESIVITAS PERUBAHAN



Ganti menteri, ganti kebijakan. Itulah pemeo yang sering kita dengar ketika menilik perkembangan kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia. Sejak bangsa kita berhasil lepas dari cengkeraman kolonial enam puluh delapan tahun silam, sejak itu pula sejarah mencatat sembilan kali[i] terjadinya perubahan kurikulum dengan berbagai terminologinya sebagai interpretasi atas amanat Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 alinea IV; mencerdaskan kehidupan bangsa.
Term “perubahan”, sebagaimana spesifikasi yang dilakukan oleh Munzir Hitami, tidak pernah lepas dari dua sifat yang melekat pada kata tersebut, yakni perubahan yang bersifat siklikal (cyclic change) dan perubahan yang bernuansa progress.[ii] Ilustrasi sederhana dari perubahan siklikal ialah seperti kita sedang menonton atlet lomba lari 400 m. Perpindahan sang atlet mulai dari titik start sampai ke garis finish dengan menempuh rute lapangan yang berbentuk melingkar meniscayakan proses “perubahan posisi”, meskipun faktanya, atlet tersebut tidak pernah berpindah atau keluar dari rute tempuh yang telah ditetapkan oleh panitia lomba. Perubahan siklikal juga dapat kita lihat pada sistem tata surya di mana planet selalu bergerak mengelilingi matahari melalui orbit masing-masing. Walaupun proses perpindahan planet ini berlangsung secara terus menerus, namun tidak pernah meninggalkan garis edar yang selalu tetap. Sedangkan perubahan progres bagaikan kita menaiki anak tangga yang terus meninggi. Kita tidak akan pernah berhenti, apalagi kembali, sebelum mencapai titik puncak yang menjadi tujuan.
Dua pendekatan inilah yang akan menjadi alat analisis penulis dalam menguraikan diskursus Kurikulum 2013. Dalam dunia pendidikan, kurikulum (Syarifudin Nurdin dan M. Basyirudin Usman, 2002) bisa diartikan secara sempit yang hanya membatasi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa di sekolah atau perguruan tinggi, juga bisa dimaknai secara luas yang tidak terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu yakni merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar, cara mengevaluasi program pengembangan pelajaran dan sebagainya.[iii]
Kurikulum 2013 yang secara bertahap akan diberlakukan oleh pemerintah di setiap jenjang pendidikan formal pada Tahun Pelajaran 2013/2014[iv], terlepas dari berbagai polemik yang berkembang, mau tidak mau harus disambut mesra oleh setiap elemen yang berkecimpung di bidang pendidikan. Terutama bagi para teorisi, kritikus, dan praktisi.
Dalam telaah singkat ini, penulis akan fokus pada kajian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan pendekatan terhadap struktur mata pelajaran sebagai unsur pembentuk Kurikulum 2013 yang akan diterapkan di jenjang SD dan SMP, sekaligus mengesampingkan pembahasan lain seperti standar isi, proses, dan penilaian yang sebenarnya juga sangat vital untuk dibincangkan lebih lanjut.
Dalam materi “Bahan Uji Publik Kurikulum 2013” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat beberapa elemen perubahan dalam SKL Kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Elemen kompetensi lulusan di tingkat SD dan SMP mengidealkan adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi tiga aspek kompetensi -yang oleh Benjamin S. Bloom diistilahkan sebagai- sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif). Perbedaan yang menonjol antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terletak pada aspek kompetensi pengetahuan.  KTSP mendahulukan domain kompetensi pengetahuan atas kompetensi sikap dan keterampilan, sedangkan Kurikulum 2013 “seolah” lebih mengutamakan aspek kompetensi sikap daripada keterampilan, dan pengetahuan. Penulis berani menggunakan kata “seolah”, karena Kurikulum 2013, selain belum teruji praksis di setiap satuan pendidikan sehingga “garansi” keberhasilan pengutamaan kompetensi sikap di atas kompetensi lainnya belum terbukti, juga dihadapkan pada problem yang dialami pendidik ketika memasuki wilayah implementasi penilaian atas peserta didik sebagai hasil capaian kompetensi tersebut. Ringkasnya, penilaian kompetensi lulusan yang berangkat dari Taksonomi Bloom ini belum mampu dikuasai sepenuhnya oleh pendidik dalam setiap jenjang satuan pendidikan.
Dipandang dari segi elemen kedudukan mata pelajaran (isi), Kurikulum 2013 menjadikan kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta didik yang semula diturunkan dari mata pelajaran, berubah menjadi mata pelajaran yang dikembangkan dari kompetensi. Dengan kata lain, muara dari setiap proses pembelajaran berasal dari kompetensi yang ingin dicapai peserta didik kemudian dikembangkan oleh pendidik dalam setiap mata pelajaran. Sedangkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di dalam KTSP, merupakan hasil turunan dari setiap mata pelajaran sehingga tidak memungkinkan bagi pendidik untuk mengintegrasikan SK dan KD dari mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain.
Dilihat dari elemen pendekatan terhadap struktur mata pelajaran di jenjang SD, Kurikulum 2013 menggunakan pengembangan metode tematik-integratif dalam semua mata pelajaran yang difokuskan pada alam, sosial, dan budaya dengan pendekatan sains. Akibat dari perubahan pola pendekatan pembelajaran ini, beban jam pelajaran bertambah menjadi 4 jam per minggunya, meskipun ada pengurangan jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6.  
Adapun di jenjang SMP, Kurikulum 2013 menjadikan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai media bagi seluruh mata pelajaran. Sedangkan TIK dalam KTSP berwujud mata pelajaran tersendiri dengan alokasi waktu 2 jam per minggu. Jumlah mata pelajaran juga mengalami pengurangan dari 12 menjadi 10, namun beban jam belajar menjadi bertambah sebanyak 6 jam per minggunya akibat perubahan pola pendekatan pembelajaran.
Dari gambaran di atas, elemen kompetensi lulusan di tingkat SD dan SMP pada Kurikulum 2013, -menurut hemat penulis- mengalami perubahan yang bersifat siklikal, karena sejatinya orientasi KTSP pun sudah tertuju pada peningkatan tiga domain Taksonomi Bloom. Jika terjadi kendala, terutama bagi pendidik, dalam upaya mengendapkan tiga kompetensi ini ke dalam diri peserta didik, solusi yang ditawarkan tidak harus dengan merubah konsep kurikulum secara frontal. Pemerintah sudah semestinya mendesain agenda-agenda intensif yang mengarah kepada peningkatan mutu pendidik misalnya dengan melakukan bimbingan dan pelatihan supaya profesionalisme kerja mereka tidak hanya bersandarkan kepada kualifikasi akademik (baca: ijazah) an sich, tetapi juga setimpal dengan standar kompetensi pendidik yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Perubahan progres terletak pada elemen kedudukan mata pelajaran (isi) Kurikulum 2013 yang menuntut pendidik untuk siap berkreasi dengan metode-metode pembelajaran inovatif sebagai upaya integrasi semua mata pelajaran  yang selama ini masih terkesan parsial dan terpisah. Tidak adanya mata pelajaran TIK di SMP, bukan berarti membuat pendidik berleha-leha untuk tidak bersentuhan dengan alat teknologi yang mendukung kesuksesan proses pembelajaran. Sebaliknya,  setiap pendidik berpeluang besar memanfaatkan alat teknologi yang sejauh ini masih didominasi oleh guru pengampu mapel TIK.
Akhir kalam, “Selamat datang Kurikulum 2013! Sampai jumpa KTSP!”.

 
Oleh: Ahmad Saefudin, S.Pd.I

[i] Dimulai pada tahun 1947 dengan istilah Rencana Pelajaran, Rencana Pelajaran Terurai (1952), Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 atau CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Kurikulum 1994 dan Suplemen 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006, dan  Kurikulum 2013. Sembilan Kali Kurikulum Pendidikan Berubah”, http://blog.tp.ac.id/pelaksanaan-kurikulum-pendidikan-di-indonesia.

[ii] Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia; Peran Rasul sebagai Agen Perubahan, (Yogjakarta: LkiS, 2009), cet. 1, hlm. 2.
[iii] Darwyn Syah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), cet. 2, hlm. 11.
[iv] Berdasarkan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2013 pada Kamis, 2 Mei 2013.

0 komentar:

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Zudi Pranata. Powered by Blogger.
 
;