Ganti menteri, ganti kebijakan. Itulah
pemeo yang sering kita dengar ketika menilik perkembangan kurikulum pendidikan
yang berlaku di Indonesia. Sejak bangsa kita berhasil lepas dari cengkeraman
kolonial enam puluh delapan tahun silam, sejak itu pula sejarah mencatat
sembilan kali[i]
terjadinya perubahan kurikulum dengan berbagai terminologinya sebagai
interpretasi atas amanat Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 alinea IV; mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Term “perubahan”, sebagaimana spesifikasi yang dilakukan oleh
Munzir Hitami, tidak pernah lepas dari dua sifat yang melekat pada kata
tersebut, yakni perubahan yang bersifat siklikal (cyclic change) dan perubahan yang bernuansa progress.[ii]
Ilustrasi sederhana dari perubahan
siklikal ialah seperti kita sedang menonton atlet lomba lari 400 m. Perpindahan
sang atlet mulai dari titik start
sampai ke garis finish dengan
menempuh rute lapangan yang berbentuk melingkar meniscayakan proses “perubahan
posisi”, meskipun faktanya, atlet tersebut tidak pernah berpindah atau keluar
dari rute tempuh yang telah ditetapkan oleh panitia lomba. Perubahan siklikal juga dapat kita lihat pada sistem tata surya di
mana planet selalu bergerak mengelilingi matahari melalui orbit masing-masing.
Walaupun proses perpindahan planet ini berlangsung secara terus menerus, namun
tidak pernah meninggalkan garis edar yang selalu tetap. Sedangkan perubahan progres bagaikan kita menaiki anak
tangga yang terus meninggi. Kita tidak akan pernah berhenti, apalagi kembali, sebelum
mencapai titik puncak yang menjadi tujuan.
Dua pendekatan inilah yang akan menjadi alat analisis penulis
dalam menguraikan diskursus Kurikulum 2013. Dalam
dunia pendidikan, kurikulum (Syarifudin Nurdin dan M. Basyirudin Usman, 2002) bisa
diartikan secara sempit yang hanya membatasi sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh atau diselesaikan siswa di sekolah atau perguruan tinggi, juga bisa
dimaknai secara luas yang tidak terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih
dari itu yakni merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah dalam rangka
mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya
kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar, cara
mengevaluasi program pengembangan pelajaran dan sebagainya.[iii]
Kurikulum 2013
yang secara bertahap akan diberlakukan oleh pemerintah di setiap jenjang
pendidikan formal pada Tahun Pelajaran 2013/2014[iv],
terlepas dari berbagai polemik yang berkembang, mau tidak mau harus disambut mesra oleh setiap elemen yang
berkecimpung di bidang pendidikan. Terutama bagi para teorisi, kritikus, dan
praktisi.
Dalam telaah
singkat ini, penulis akan fokus pada kajian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
pendekatan terhadap struktur mata pelajaran sebagai unsur pembentuk Kurikulum
2013 yang akan diterapkan di jenjang SD dan SMP, sekaligus mengesampingkan pembahasan
lain seperti standar isi, proses, dan penilaian yang sebenarnya juga sangat
vital untuk dibincangkan lebih lanjut.
Dalam materi
“Bahan Uji Publik Kurikulum 2013” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat
beberapa elemen perubahan dalam SKL Kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan
kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Elemen kompetensi
lulusan di tingkat SD dan SMP mengidealkan adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi tiga aspek kompetensi -yang oleh Benjamin
S. Bloom diistilahkan sebagai- sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik),
dan pengetahuan (kognitif). Perbedaan yang menonjol antara Kurikulum 2013 dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terletak pada aspek kompetensi
pengetahuan. KTSP mendahulukan domain kompetensi
pengetahuan atas kompetensi sikap dan keterampilan, sedangkan Kurikulum 2013 “seolah”
lebih mengutamakan aspek kompetensi sikap daripada keterampilan, dan
pengetahuan. Penulis berani menggunakan kata “seolah”, karena Kurikulum 2013, selain
belum teruji praksis di setiap satuan pendidikan sehingga “garansi” keberhasilan
pengutamaan kompetensi sikap di atas kompetensi lainnya belum terbukti, juga
dihadapkan pada problem yang dialami pendidik ketika memasuki wilayah
implementasi penilaian atas peserta didik sebagai hasil capaian kompetensi
tersebut. Ringkasnya, penilaian kompetensi lulusan yang berangkat dari Taksonomi Bloom ini belum mampu dikuasai
sepenuhnya oleh pendidik dalam setiap jenjang satuan pendidikan.
Dipandang dari segi
elemen kedudukan mata pelajaran (isi), Kurikulum 2013 menjadikan kompetensi yang
ingin dicapai oleh peserta didik yang semula diturunkan dari mata pelajaran, berubah
menjadi mata pelajaran yang dikembangkan dari kompetensi. Dengan kata lain, muara
dari setiap proses pembelajaran berasal dari kompetensi yang ingin dicapai
peserta didik kemudian dikembangkan oleh pendidik dalam setiap mata pelajaran. Sedangkan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di dalam KTSP, merupakan
hasil turunan dari setiap mata pelajaran sehingga tidak memungkinkan bagi
pendidik untuk mengintegrasikan SK dan KD dari mata pelajaran yang satu ke mata
pelajaran yang lain.
Dilihat dari
elemen pendekatan terhadap struktur mata pelajaran di jenjang SD, Kurikulum
2013 menggunakan pengembangan metode tematik-integratif dalam semua mata
pelajaran yang difokuskan pada alam, sosial, dan budaya dengan pendekatan
sains. Akibat dari perubahan pola pendekatan pembelajaran ini, beban jam
pelajaran bertambah menjadi 4 jam per minggunya, meskipun ada pengurangan
jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6.
Adapun di jenjang
SMP, Kurikulum 2013 menjadikan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai
media bagi seluruh mata pelajaran. Sedangkan TIK dalam KTSP berwujud mata
pelajaran tersendiri dengan alokasi waktu 2 jam per minggu. Jumlah mata
pelajaran juga mengalami pengurangan dari 12 menjadi 10, namun beban jam
belajar menjadi bertambah sebanyak 6 jam per minggunya akibat perubahan pola
pendekatan pembelajaran.
Dari gambaran di
atas, elemen kompetensi lulusan di tingkat SD dan SMP pada Kurikulum 2013,
-menurut hemat penulis- mengalami perubahan yang bersifat siklikal, karena
sejatinya orientasi KTSP pun sudah tertuju pada peningkatan tiga domain Taksonomi Bloom. Jika terjadi kendala, terutama
bagi pendidik, dalam upaya mengendapkan tiga kompetensi ini ke dalam diri
peserta didik, solusi yang ditawarkan tidak harus dengan merubah konsep
kurikulum secara frontal. Pemerintah sudah semestinya mendesain agenda-agenda
intensif yang mengarah kepada peningkatan mutu pendidik misalnya dengan
melakukan bimbingan dan pelatihan supaya profesionalisme kerja mereka tidak
hanya bersandarkan kepada kualifikasi akademik (baca: ijazah) an sich, tetapi juga setimpal dengan standar
kompetensi pendidik yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang mencakup kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Perubahan
progres terletak pada elemen kedudukan mata pelajaran (isi) Kurikulum 2013 yang menuntut pendidik untuk siap
berkreasi dengan metode-metode pembelajaran inovatif sebagai upaya integrasi semua
mata pelajaran yang selama ini masih
terkesan parsial dan terpisah. Tidak adanya mata pelajaran TIK di SMP, bukan
berarti membuat pendidik berleha-leha
untuk tidak bersentuhan dengan alat teknologi yang mendukung kesuksesan proses
pembelajaran. Sebaliknya, setiap
pendidik berpeluang besar memanfaatkan alat teknologi yang sejauh ini masih didominasi
oleh guru pengampu mapel TIK.
Akhir kalam, “Selamat datang Kurikulum 2013! Sampai jumpa
KTSP!”.
Oleh: Ahmad Saefudin, S.Pd.I
[i] Dimulai pada tahun 1947 dengan istilah Rencana Pelajaran, Rencana Pelajaran Terurai (1952), Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 atau CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Kurikulum 1994 dan Suplemen 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006, dan Kurikulum 2013. “Sembilan Kali Kurikulum Pendidikan Berubah”, http://blog.tp.ac.id/pelaksanaan-kurikulum-pendidikan-di-indonesia.
[ii] Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia; Peran Rasul
sebagai Agen Perubahan, (Yogjakarta: LkiS, 2009), cet. 1, hlm. 2.
[iii] Darwyn Syah, dkk., Perencanaan
Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2007), cet. 2, hlm. 11.
[iv]
Berdasarkan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan Hari
Pendidikan Nasional Tahun 2013 pada Kamis, 2 Mei 2013.
0 komentar:
Post a Comment