Monday, May 28, 2012

Sekilas Tentang Mudharabah


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang Masalah
Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat selalu tolong menolong dalam menjalani kehidupan di dunia, dalam kenyataannya manusia tidak dapat hidup sendiri karena Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lainnya.
Di tinjau dari kehidupan selama ini ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya Al Mudharabah.

  1. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas kali ini kita akan membahas mudharabah, lebih jelasnya tentang mudharabah kita harus mengetahui dan mepelajari hal-hal berikut:
1.      Apa pengertian mudharabah?
2.      Apa dasar hukum mudharabah?
3.      Apa syarat mudharabah?
4.      Apa rukun mudharabah?






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Mudharabah
Mudharabah pada asalnya”berjalan diatas bumi untuk berniaga” atau yang disebut juga Qiradh yang arti asalnya saling mengutang. Mudhrabah mengandung arti”kerjasama dua pihak yang satu diantaranya menyerahkan uang pada pihak lain untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya di bagi diantara keduanya menurut kesepakatan”.
Sedangkan dalam istilah para ulama’ Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan. Serta hasil usaha diperhitungkan sampai terputusnya hubungan kerja.
Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman:
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)[1]

B. Dasar Hukum Mudharabah
Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (Qs. an-Nisa’: 29).
Dan tidak diragukan lagi bahwa mudharabah adalah salah satu bentuk perniagaan yang didasari oleh asas suka sama suka, dengan demikian, akad mudharabah tercakup oleh keumuman ayat ini.
Pada akad mudharabah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata, yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, sama-sama merasakan keuntungan yang diperoleh. Sebagaimana mereka semua menanggung kerugian bila terjadi secara bersama-sama, pemodal menanggung kerugian materi (modal), sedangkan pelaku usaha menanggung kerugian non-materi (tenaga dan pikiran). Sehingga pada akad mudharabah tidak ada seorangpun yang dibenarkan untuk mengeruk keuntungan tanpa harus menanggung resiko usaha.[2]
            Muamalah dalam bentuk mudharabah disepakati oleh ulama’ tentang kebolehannya. Dasar kebolehannya itu adalah berdasarkan pengalaman nabi yang memperniagakan modal yang diberikan oleh siti khodijah sebelum beliau diangkat sebagai nabi. Dan kemudian ditetapkan sebagai takrir setelah beliau menjadi nabi. Berdasarkan hadits riwayat oleh ibnu majah:
ثلاث فيهن البر كة: البيع الي اجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع

Artinya: tiga hal padanya terdapat berkah :jual beli dengan pembayaran kemudian, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jelai untuk kepentingan rumah tangga, bukan untuk jual beli.
            Hikmah diperbolehkan muamalah dalam bentuk mudharabah itu adalah memberikan kemudahan bagi pergaulan manusia dalam kehidupamn dan keuntungan timbal balik tanpa ada pihak yang dirugikan. [3]
           
C.      Syarat Mudharabah
Agar akad mudharabah menjadi syah, maka disyaratkan beberapa syarat baik dalam pelaku akad ,modal maupun laba.
1. Syarat-syarat pelaku akad
            Hal-hal yang disyaratkan dalam pelaku akad(pemilik modal dan mudharib) adalah keharusan memenuhi kecakapan untuk melakukan wakalah. Hal itu karena mudharib bekerja atas perintah pemilik modal dimana hal itu mengandung makna mewakilkan.
2. Syarat-syarat modal
  • Modal harus berupa uang yang masih berlaku,yaitu dinar dan dirham.
  • Besarnya modal harus diketahui. Jika besarnya modal tidak diketahui maka mudharabah itu tidak syah,karena ketidak jelasan terhadap modal menyebabkan ketidak jelasan terhadap keuntungan.
  • Modal harus barang tertentu dan ada,tidak hutang. Mudharabah tidak syah dengan hutang dan    modal yang tidak ada.[4]

D. Rukun Mudharabah
v  Menurut ulama’ Syafi’iyah, rukun mudharabah ada lima yaitu:
1.      Modal
2.      Kerja
3.      Laba
4.      Sighah
5.      Dan pelaku akad
v  Menurut ulama’ Hanafiyah  rukun mudharabah adalah ijab dan qabul dengan lafal yang menunjukkan ijab dan qabul itu.
v  Tetapi menurut mayoritas ulama’, rukun mudharabah ada tiga yaitu:
1.      Pelaku akad atau (pemilik modal dan amil)
2.      Ma’quud ‘alaih (modal kerja dan laba)
3.      Sighah (ijab dan qobul)[5]

E. Jenis-Jenis Mudharabah
            Mudharabah ada dua jenis yaitu muthalaqah dan muqoyyadah.
1.Mudharabah Muthalaqah adalah seseorang yang memberikan modal kepada yang lain tanpa syarat tertentu. Atau dapat pula seseorang memberikan modalnya secara akad mudharabah tanpa menentukan pekerjaan, tempat, waktu, sifat pekerjaannya,dan siapa yang boleh berinteraksi dengannya.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah akad mudharabah yang pemilik modal menentukan salah satu hal diatas.

F. Sah dan Tidaknya Mudharabah
            Mudharabah dapat menjadi sah atau tidak yang masing-masing memiliki hukum tersendiri.
a.       Hukum mudharabah yang tidak sah
Jika akad mudharabah tidak sah seperti jika seseorang berkata kepada yang lain “Berburulah dengan jarring milik saya,dan hasil buruannya untuk kita berdua” maka menurut ulama hanafiyah,syafi’iya dan hanabillah, mudharib tidak bisa mengerjakan sesuatu dari yang dituntut dalam mudharabah yang sah.
b.      Hukum-hukum mudharabah yang sah
Hukum-hukum tersebut banyak,diantaranya ada yang berkaitan dengan kekuasaan mudharib, ada juga yang berkaitan dengan pekerjaannya, adapula yang berkaitan dengan hak mudharib dari pekerjaan, dan ada yang berkaitan dengan hak pemilik modal dengan modalnya.

G. Hal Yang Membatalkan Mudharabah
Dalam menjalankan mudharabah akad bisa batal karena:
1. Syarat yang ditentukan sudah tidak terpenuhi
2. Pekerja tidak lagi mampu melanjutkan usahanya
3. Salah satu pihak meninggal dunia.

.


BABA III
PENUTUP

A. Ksimpulan
            Akad mudharabah adalah salah satu hal yang mendatangkan manfaat dan tidak mendatangkan kerugian, atau manfaatnya lebih besar bila dibanding madharat-nya. Dan fakta perniagaan yang dilakukan oleh umat manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus merupakan bukti nyata akan hal tersebut.  Dengan demikian, akad mudharabah tercakup oleh dalil-dalil umum yang menghalalkan kita untuk berniaga dan mencari keuntungan yang halal, serta dalil-dalil yang menghalalkan segala hal yang bermanfaat atau yang manfaatnya lebih besar dibanding madharat-nya.
Pada akad mudharabah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata, yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, sama-sama merasakan keuntungan yang diperoleh. Sebagaimana mereka semua menanggung kerugian bila terjadi secara bersama-sama, pemodal menanggung kerugian materi (modal), sedangkan pelaku usaha menanggung kerugian non-materi (tenaga dan pikiran). Sehingga pada akad mudharabah tidak ada seorangpun yang dibenarkan untuk mengeruk keuntungan tanpa harus menanggung resiko usaha.

B. Saran
            Sebaiknya pihak yang menjalin hubungan kerjasama mudharabah mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi, pengalaman dan lainnya. Sehingga pada suatu saatnya nati, pihak yang menjalin hubungan kerjasama dapat mengelola kekayaannya dengan sendiri.

            Demikian makalah ini disajikan mungkin pembahasan materi ini kurang sempurna, oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana
Arifin Badri, Muhammad. www.PengusahaMuslim.com
Az-zuhaili, Wahab. 2011. Fiqih islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema insan



[1] Prof.Dr.Amir Syarifudin,Garis-Garis Besar Fiqih,(Jakarta:Kencana,2010) cet:3,hal:244
[2] Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri,www.PengusahaMuslim.com
[3] Ibid, hal: 246
[4] Prof.DR.Wahab Az-zuhaili,Fiqih islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema insane,2011) hal:482-483
[5] Ibid,hal:479

0 komentar:

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Zudi Pranata. Powered by Blogger.
 
;