Thursday, May 3, 2012

Ayat-Ayat Tentang Obyek Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan akan sulit untuk diwujudkan. Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini.
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dahulu, kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik kepada mereka, dan ikut nasehat mereka dengan baik. Dalam makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan obyek Pendidikan berdasarkan Al Qur’an. Yang terkandung dalam QS At Tahrim Ayat 6, QS. Asy Syu’araa Ayat 214, dan QS. An Nisaa’: 170.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Menjelaskan ayat-ayat tentang obyek pendidikan beserta tafsirnya ?
2.      Menjelaskan pengertian obyek pendidikan ?
3.      Menjelaskan ciri-ciri obyek pendidikan ?
4.      Menjelaskan syarat-syarat obyek didik dalam Al-Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT TENTANG OBYEK PENDIDIKAN

1.      QS. At-Tahrim: 6
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦) 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Tafsir ayat:
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amr yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mukmin salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu yakni istri, anak-anak dan seluruh orang yang berada dalam tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia yang kafir dan juga batu-batu yang salah satunya dijadikan berhala-berhala. Yang dijaga oleh malaikat yang kasar hatinya dan perlakuannya yang keras-keras dalam melaksanakan tugas penyiksaannya, siksaan yang mereka terima tidak kurang dan tidak lebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing.[1]
A.      Pengertian Obyek Pendidikan
Obyek pendidikan merupakan seluruh manusia terutama bagi umat islam, pada hakikatnya manusia sebagai pendidik ataupun peserta didik dituntut untuk aktif mencari ilmu dan kebenaran. Dalam artian bahwa kewajiban mencari ilmu dipikul oleh seluruh  manusia, dan bukan hanya kewajiban pendidik saja untuk menyampaikannya.  Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan akidah dan syariat yang berkaitan dengan manusia, haruslah diketahui oleh manusia dengan ilmu yang benar. Jika tidak, maka setiap individu menanggung akibatnya.
Namun yang dimaksudkan dengan obyek pendidikan disini ialah manusia yang ikut menjadi peserta dalam proses pendidikan islam. Karena dalam mencari ilmu, seorang muslim tidak hanya diwajibkan untuk membaca melainkan untuk bertanya dan menuntut ilmu dengan orang-orang yang lebih mengetahui. Dan awal untuk mencari ilmu itu dimulai dari rumah, keluarga yang mendidik manusia menjadi manusia yang baik maupun yang jelek.[2]
Ayat diatas menggambarkan bahwa dakwa dan pendidikan harus bermula dari rumah, sehingga setiap manusia bertanggung jawab untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggung jawabannya.[3]

2.      Asy Syu’araa (214)
 وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ (٢١٤)

Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Tafsir ayat:
Setelah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menghindari kemusyrikan, yang tujuan utamanya adalah semua yang berpotensi dijauhkan dari kemusyrikan, ayat diatas berpesan lagi kepada beliau bahwa: Hindarilah segala hal yang dapat mengundang murka Allah, dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih, dan rendahkanlah dirimu yakni berlaku lemah lembut dan rendah hatilah terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin baik kerabatmu maupun bukan.
Ayat ini memberi pengajaran kepada Rasul saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih, atau memberikan kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasul saw, karena semua adalah hamba Allah, tidak ada perbedaan antara keluarga/orang lain. Bila itu kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekatkan diri kepada Allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.[4]
B.     Syarat-syarat Obyek Pendidikan
Dari penjelasan ayat diatas dapat diketahui bahwa syarat-syarat obyek pendidikan adalah:
1.      Menjadikan seluruh proses pendidikan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT.
2.      Mengikhlaskan niat dalam mencari ilmu untuk berkhidmah kepada islam dan bukan karena kepentingan duniawi
3.      Menghiasi diri dengan sifat takwa.
4.      Konsisten dalam menjaga kesungguhan dan kesabaran saat menghadapi berbagai masalah dalam menuntut ilmu.
5.      Membersihkan hati dari rasa dengki, iri dan akhlak yang buruk. Karena akhlak yang buruk akan menghalagi ilmu yang hakiki.
6.      Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakannya.
7.      Bersikap zuhud terhadap berbagai kehidupan duniawi.
8.      Mengamalkan setiap ilmu yang sudah ia pelajari.
9.      Mempelajari ilmu dari para ahli dibidangnya.
10.  Mempersiapkan diri dengan peralatan untuk menyimak dan menulis.



3.      An-Nisaa (170)

 يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُمُ ٱلرَّسُولُ بِٱلۡحَقِّ مِن رَّبِّكُمۡ فَـَٔامِنُواْ خَيۡرً۬ا لَّكُمۡ‌ۚ وَإِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١٧٠)
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir ayat:
Inilah seruan yang didahului dengan mengikis habis aneka kebohongan Ahli kitab, menyingkap karaktaristik kaum yahudi dan berbagai kemungkinan mereka sepanjang sejarah, dan melukiskan watak mereka yang keras kepala meskipun terhadap musa a.s. seruan ini pun didahului dengan penjelasan watak risalah dan tujuannya, yaitu menghendaki Allah mengutus para Rasul kepada setiap kaumnya dan mengutus Nabi Muhammad saw, sebagai rasul bagi seluruh alam sesudah semua risalah sebelumnya berubah oleh kaum masing-masing rasul itu, sehingga harus ada seruan umum didalam risalah terakhir ini untuk disampaikan kepada semua manusia agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah. Patahlah argumentasi itu dengan adanya risalah yang berlaku umum bagi semua manusia dan masa. Risalah ini adalah risalah yang terakhir.  
Tindakan mengingkari keberadaan risalah sesudah Nabi-nabi Bani Israel selain Isa atau sesudah Isa a.s. tidak sesuai dengan keadilan Allah untuk menghukum manusia sesudah sampainya risalah itu, tanpa risalah umum sebelumnya, yang notabennya sangat membutuhkan risalah umum tersebut. Maka risalah itu diturunkan karena keadilan Allah dan kasih sayang kepada hamba-hambanya.[5]  

C.     Ciri – ciri Obyek Pendidikan
1.      Sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
2.      Sebagai individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis
3.      Dalam pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain
4.      Memiliki kemampuan untuk mandiri.

























BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
1.      Dalam QS At Tahrim Ayat 6 ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Obyek pendidikan ialah manusia yang ikut menjadi peserta dalam proses pendidikan islam.
2.      Dalam QS. Asy Syu’araa Ayat 214 menunjukan yang menjadi obyek pendidikan dalam ayat ini diutamakan adalah kerabat terdekat dari kita dan orang-orang yang dekat kepada azab Allah Swt.
3.      Dalam QS. An Nisaa’: 170 menjelaskan bahwa Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rasul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.

2.      Saran
Dengan makalah ini, kami buat yang mestinya tidak jauh dari kekurangan dan kesalahan, sehingga saran maupun kritikan sangat kami harapkan. Dan perlu di tinjau atau di kaji ulang untuk mencapai kesempurnaan, dalam dunia ini tidak ada suatu hal yang sempurna begitu juga dengan makalah ini, karena kesempurnaan itu milik Allah SWT. Akan tetapi harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah dan para pembaca.








DAFTAR PUSTAKA

-          Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fizhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press
-          http://Burhanudin Ubaidilah.blogspot.com/2009/12/ obyek pendidikan berdasarkan al-qur’an. html
-          Mushtafa, Ahmad Al-maraghi. 1989. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha putra
-          Quraish, Muhammad shihab. 2003. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati


[1] M.quraish shihab, tafsir al-mishbah, (Jakarta:lentera hati,2003),hlm 215
[2] Ahmad mushtafa al-maraghi, tafsir al-maraghi, (semarang: CV. Toha putra, 1989) hlm. 98
[3] Quraish shihab, Op. cit, 216
[4] Ibid, hlm 123-124
[5] Sayyid quthb, tafsir fizhilalil qur’an, (Jakarta:gema insani press, 2004), hlm. 142

0 komentar:

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Zudi Pranata. Powered by Blogger.
 
;