BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan
proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan akan sulit untuk diwujudkan.
Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu
saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam
memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan
pengetahuan. Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah,
meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini.
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat
sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu
terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah memerintahkan kepada
Rasul-Nya, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan
kepada keluarga dan sanak kerabat dahulu, kemudian kepada seluruh umat manusia
agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak
kerabatnya. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut
yang beriman, bersikap baik kepada mereka, dan ikut nasehat mereka dengan baik. Dalam
makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan obyek Pendidikan berdasarkan
Al Qur’an. Yang terkandung dalam QS At Tahrim Ayat 6, QS. Asy Syu’araa Ayat
214, dan QS. An Nisaa’: 170.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan ayat-ayat tentang
obyek pendidikan beserta tafsirnya ?
2. Menjelaskan pengertian obyek
pendidikan ?
3. Menjelaskan ciri-ciri obyek
pendidikan ?
4. Menjelaskan syarat-syarat obyek
didik dalam Al-Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT TENTANG OBYEK PENDIDIKAN
1.
QS. At-Tahrim: 6
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ
وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا
مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ
وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Tafsir ayat:
Dalam
ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amr yang secara langsung dan
tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban
setiap orang Mukmin salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan
keluarganya dari siksa neraka. Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu yakni istri,
anak-anak dan seluruh orang yang berada dalam tanggung jawab kamu dengan
membimbing dan mendidik mereka agar kamu terhindar dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia yang kafir dan juga batu-batu yang salah satunya
dijadikan berhala-berhala. Yang dijaga oleh malaikat yang kasar hatinya dan
perlakuannya yang keras-keras dalam melaksanakan tugas penyiksaannya, siksaan
yang mereka terima tidak kurang dan tidak lebih dari apa yang diperintahkan
Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing.[1]
A.
Pengertian Obyek Pendidikan
Obyek pendidikan merupakan seluruh manusia
terutama bagi umat islam, pada
hakikatnya manusia sebagai pendidik ataupun peserta
didik dituntut untuk aktif mencari ilmu dan kebenaran. Dalam artian bahwa
kewajiban mencari ilmu dipikul oleh seluruh manusia,
dan bukan hanya kewajiban pendidik saja untuk menyampaikannya. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan akidah dan
syariat yang berkaitan dengan manusia, haruslah diketahui oleh manusia
dengan ilmu yang benar. Jika tidak, maka setiap individu menanggung akibatnya.
Namun
yang dimaksudkan dengan obyek pendidikan disini ialah manusia yang ikut menjadi peserta dalam proses pendidikan islam.
Karena dalam mencari ilmu, seorang muslim tidak hanya diwajibkan untuk
membaca melainkan untuk bertanya dan menuntut ilmu dengan orang-orang yang
lebih mengetahui. Dan awal untuk mencari ilmu itu dimulai dari rumah, keluarga
yang mendidik manusia menjadi manusia yang baik maupun yang jelek.[2]
Ayat diatas
menggambarkan bahwa dakwa dan pendidikan harus bermula dari rumah, sehingga
setiap manusia bertanggung jawab untuk menjaga dirinya sendiri, serta
keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan
keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggung jawabannya.[3]
2.
Asy Syu’araa (214)
وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ (٢١٤)
Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat.
Tafsir ayat:
Setelah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk
menghindari kemusyrikan, yang tujuan utamanya adalah semua yang berpotensi
dijauhkan dari kemusyrikan, ayat diatas berpesan lagi kepada beliau bahwa:
Hindarilah segala hal yang dapat mengundang murka Allah, dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih, dan rendahkanlah
dirimu yakni berlaku lemah lembut dan rendah hatilah terhadap orang-orang yang
bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin baik kerabatmu maupun
bukan.
Ayat ini
memberi pengajaran kepada Rasul saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih
kasih, atau memberikan kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian
peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak
juga terbebas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar
kekerabatan kepada Rasul saw, karena semua adalah hamba Allah, tidak ada
perbedaan antara keluarga/orang lain. Bila itu kelebihan yang berhak mereka
peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekatkan diri kepada
Allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.[4]
B.
Syarat-syarat
Obyek Pendidikan
Dari
penjelasan ayat diatas dapat diketahui bahwa syarat-syarat obyek pendidikan
adalah:
1. Menjadikan seluruh
proses pendidikan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT.
2. Mengikhlaskan niat dalam
mencari ilmu untuk berkhidmah kepada islam dan bukan karena kepentingan duniawi
3. Menghiasi diri dengan
sifat takwa.
4. Konsisten dalam menjaga
kesungguhan dan kesabaran saat menghadapi berbagai masalah dalam
menuntut ilmu.
5. Membersihkan hati dari
rasa dengki, iri dan akhlak yang buruk. Karena akhlak yang buruk akan
menghalagi ilmu yang hakiki.
6. Memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakannya.
7. Bersikap zuhud terhadap
berbagai kehidupan duniawi.
8. Mengamalkan setiap ilmu
yang sudah ia pelajari.
9. Mempelajari ilmu dari
para ahli dibidangnya.
10. Mempersiapkan diri
dengan peralatan untuk menyimak dan menulis.
3.
An-Nisaa (170)
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ
قَدۡ جَآءَكُمُ ٱلرَّسُولُ بِٱلۡحَقِّ مِن رَّبِّكُمۡ فَـَٔامِنُواْ خَيۡرً۬ا
لَّكُمۡۚ وَإِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ
وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١٧٠)
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad)
itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu,
itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak
merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi
itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Tafsir ayat:
Inilah seruan
yang didahului dengan mengikis habis aneka kebohongan Ahli kitab, menyingkap
karaktaristik kaum yahudi dan berbagai kemungkinan mereka sepanjang sejarah,
dan melukiskan watak mereka yang keras kepala meskipun terhadap musa a.s.
seruan ini pun didahului dengan penjelasan watak risalah dan tujuannya, yaitu
menghendaki Allah mengutus para Rasul kepada setiap kaumnya dan mengutus Nabi
Muhammad saw, sebagai rasul bagi seluruh alam sesudah semua risalah sebelumnya
berubah oleh kaum masing-masing rasul itu, sehingga harus ada seruan umum
didalam risalah terakhir ini untuk disampaikan kepada semua manusia agar tidak
ada alasan bagi manusia membantah Allah. Patahlah argumentasi itu dengan adanya
risalah yang berlaku umum bagi semua manusia dan masa. Risalah ini adalah
risalah yang terakhir.
Tindakan
mengingkari keberadaan risalah sesudah Nabi-nabi Bani Israel selain Isa atau
sesudah Isa a.s. tidak sesuai dengan keadilan Allah untuk menghukum manusia
sesudah sampainya risalah itu, tanpa risalah umum sebelumnya, yang notabennya
sangat membutuhkan risalah umum tersebut. Maka risalah itu diturunkan karena
keadilan Allah dan kasih sayang kepada hamba-hambanya.[5]
C.
Ciri
– ciri Obyek Pendidikan
1. Sebagai
individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
2. Sebagai
individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis
3. Dalam
pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain
4. Memiliki
kemampuan untuk mandiri.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
1.
Dalam QS At Tahrim Ayat 6 ini menunjukkan perintah untuk
menjaga diri dan keluarga dari api neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri
sendiri dan keluarga. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Obyek
pendidikan ialah manusia yang ikut menjadi peserta dalam proses pendidikan islam.
2.
Dalam QS. Asy Syu’araa Ayat 214 menunjukan yang menjadi
obyek pendidikan dalam ayat ini diutamakan adalah kerabat terdekat dari kita
dan orang-orang yang dekat kepada azab Allah Swt.
3.
Dalam QS. An Nisaa’: 170 menjelaskan bahwa Allah menyeru
kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rasul (Nabi Muhammad SAW) yang
diutus untuk membawa syari’at yang benar.
2.
Saran
Dengan makalah ini, kami buat yang mestinya tidak jauh dari
kekurangan dan kesalahan, sehingga saran maupun kritikan sangat kami harapkan.
Dan perlu di tinjau atau di kaji ulang untuk mencapai kesempurnaan, dalam dunia
ini tidak ada suatu hal yang sempurna begitu juga dengan makalah ini, karena
kesempurnaan itu milik Allah SWT. Akan tetapi harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pemakalah dan para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
-
Quthb,
Sayyid. 2004. Tafsir Fizhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press
-
http://Burhanudin
Ubaidilah.blogspot.com/2009/12/ obyek pendidikan berdasarkan al-qur’an. html
-
Mushtafa,
Ahmad Al-maraghi. 1989. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha putra
-
Quraish,
Muhammad shihab. 2003. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
[1]
M.quraish shihab, tafsir al-mishbah, (Jakarta:lentera hati,2003),hlm 215
[2]
Ahmad mushtafa al-maraghi, tafsir al-maraghi, (semarang: CV. Toha putra,
1989) hlm. 98
[3] Quraish
shihab, Op. cit, 216
[4] Ibid,
hlm 123-124
[5]
Sayyid quthb, tafsir fizhilalil qur’an, (Jakarta:gema insani press,
2004), hlm. 142
0 komentar:
Post a Comment