BAB
I
Pendahuluan
- Latar
Belakang Maslah
Sebagai
mana yang telah kita ketahui Psikologi Agama meneliti dan menalaah kehidupan
beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama
itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaan hidup pada umumnya.
Dalam suatu
periode hidup manusia, terdapat fase-fase tertentu yang harus dilewati salah
satu fase yang paling sering dibicarakan dan menarik perhatian para psikolog
adalah fase lanjut usia (manula). Hal ini dikarenakan timbulnya karakter dan
kebiasaan unik yang dimilki oleh seseorang ketika memasuki usia lanjut yaitu
berkisar antara umur 65-100 tahun atau sampai meninggal.
Perkembangan
agama pada manula & perlakuan terhadapnya menurut islam, akan
dipaparkan secara singkat dalam makalah ini.
- Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang permasalahan diatas penulis dapat diperolah rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian manula itu?
2.
Bagaimana
perkembangan agama pada manula?
3.
Bagaimana
perlakuan terhadap manula menurut islam?
BAB
II
Perkembangan
Agama Pada Manula & Perlakuan Terhadapnya Menurut Islam
- Pengertian
Manula
Dalam
kamus besar bahasa indonesia manula/ jompo berarti “tua sekali atau sudah
lemah fisiknya, tua renta, atau uzur”.Manula
dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi,
kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur
ini berbagai penyakit siap untuk menggerogoti mereka. Kondisi di usia tua
menyebabkan manusia usia lanjut senantiasa dibayang-bayangi oleh perasaan tak
berdaya dalam menghadapi kematian. Dan rasa takut akan kematian ini semakin
meningkat pada usia tua (Robert H. Thouless, 1992: 116).
- Perkembangan Agama Pada
Manula
Garizatu
at-tadayyun (insting
beragama) atau garizatu at-taqdis (instins pensrakalan) merupakan
insting bawaan sebagai karakter inheren penciptaan yang pemanen. Insting
ini ditandai ada perasaan lemah pada dirinya. Perasaan lemah ini meskipun
ditutup-tutupi dengan berbagai potensi lainnya seperti potensi mempertahankan
diri, tetapi tetap muncul, sebab kelemahan manusia merupakan fitrah pula,
sebagaimana firmannya:
.......وَخُلِقَ
الإنْسَانُ ضَعِيفًا (٢٨)
Artinya:
.......“dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. An-nisa’: 28).
Memang
terkadang muncul perasaan kuat, tetapi sifatnya sementara, manusia diliputi
keadaan lemah baik perubahan fisik, dan psikis ketidak berdayaannya
mempertahankan umurnya sendiri dan perubahan sel-sel yang menua. Indikasi ini
dapat kita saksikan pada ayat berikut:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ (٥٤)
Artinya:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Ar-rum:
54).
Dari perasaan lemah yang permanen
itu muncul keinginan manusia untuk tergantung pada sesuatu dan ketergantungan
itu dapat berwujud pada perilaku membutuhkan sesuatu pada dirinya yang kuat,
semacam “hero”, ingin mengagungkan sesuatu, mengabdikan pada diri kepada
yang dianggap memiliki kekuatan, atau mensakralkan sesuatu.
Pada
usia lanjut, yaitu setelah usia diatas 65 tahun manusia akan menghadapi
sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan kemampuan fisik
hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering menglami gangguan
kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari kondisi
penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang berada pada usia lanjut
merasa dirinya sudah tidak berharga atau kurang dihargai. Hasil penelitian
neugartten (1971) masalah utama yang dihadapi manusia usia lanjut antara 70 –
79 tahun menunjukkan 75 persen dari mereka yang dijadikan responden menyatakan
puas dengan status mereka sesudah menginjak masa beban tugas. Sebagian besar
mereka menunjukkan aktivitas positif dan tidak merasa dalam keterasingan dan
hanya sedikit yang sudah berada dalam kondisi uzur serta mengalami gangguan
kesehatan mental. Namun, umumnya mereka dihadapkan pada konflik batin antar
keutuhan dan keputusan. Karena itu mereka cenderung mengingat sukses masa lalu,
sehingga umumnya mereka yang berada pada tingkat usia lanjut ini senang
membantu para remaja yang aktif dalam kegiatan – kegiatan social, termasuk
social keagamaan.
Kehidupan keagamaan pada usia
lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M .
argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan oleh cavan yang mempelajari 1200 orang sampel berusia
antara 60 – 100 tahun. Temuan ini menunjukkan secara jelas kecenderungan untuk
menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur – umur ini.
Sedangkan, pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul
sampai 100 % setelah usia 90 tahun.
Dalam banyak hal, tak jarak para
ahli psikologi menghubungkan kecenderungan peningkatan kehidupan keagamaan dengan
penurunan kegairahan seksual. Menurut pendukung pendapat ini manusia usia
lanjut mengalami frustasi dibidang seksual, sejalan dengan penurunan kemampuan
fisik dan frustasi semacam itu dinilai sebagai satu-satunya factor yang
membentuk sikap keagamaan. Tetapi menurut Robert H.Thoules, pendapat tersebut
berlebih-lebihan. Sebab katanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun
kegiatan seksual secara biologis boleh jadi sudah tidak ada lagi pada usia
lanjut, namun kebutuhan untuk mencintai dan mencintai tetap ada pada usia tua
itu.
- Perlakuan
Terhadap Manula Menurut Islam
Manusia usia lanjut dipandang
tak ubahnya seorag bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta
perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung jawab
anak – anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih sayang
yang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela dinilai
sebagai kedurhakaan.
Adapun
dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits berkenaan dengan perlakuan kepada orang tua
diantaranya sebagai berikut:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا
إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلا كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
(٢٤)
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia (23). Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil" (24). (QS. Al-Isra’: 23-24)
Selain
itu, kita juga dapat melihat bagaimana seharusnya perilaku anak kepada orang
tua, dalam pernyataan Aisyah r.a. yakni dalam dialog rasulullah Saw. Kepada seorang laki-laki. Rasul bertanya: “Siapakah
yang bersamamu? Orang itu menjawab: “ayahku”. Beliau berkata: “jangan
berjalan di depannya dan jangan duduk sebelum dia, jangan memanggilnya dengan
namanya dan jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain memakinya”. (Thoha
Abdullah Al-Afifi: 1987:51).
Penjelasan
ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut islam
merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan dipandang durhaka bila
seorang anak tega menempatkan orangtuanya di tempat penampungan atau panti
jompo. Alasan apapun tak dapat
diterima bagi perlakuan itu.
BAB III
Penutup
- Kesimpulan
Manula
dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi,
kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur
ini berbagai penyakit siap untuk menggerogoti mereka.
Masa
usia lanjut menunjukkan secara jelas kecenderungan untuk menerima pendapat
keagamaan yang semakin meningkat pada umur 60-100. Sedangkan, pengakuan
terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 % setelah
usia 90 tahun.
Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorag
bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan
penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung jawab
anak – anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih sayang
yang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela dinilai
sebagai kedurhakaan.
- Saran
Hendaknya
sebagai generasi islam kita dapat menghormati orang tua/ Manula yang telah
mengalami perkembangan sampai tahap akhir yaitu berakibat melemahnya fisik dan
psikisnya, karena sesungguhnya perlakuan baik terhadap manusia usia lanjut menurut
islam merupakan kewajiban agama.
Pembahasan dalam makalah yang telah kami susun ini
mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran
dan perbaikan dari para pembaca.
Daftar Pustaka
Purwanto, Yadi. 2007. Psikologi
kepribadian: Integrasi Nafsiyah dan ‘Aqliyah Perspektif Psikologi Islam. Bandung: PT. Refika Aditama.