Monday, May 28, 2012 0 komentar

Sekilas Tentang Mudharabah


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang Masalah
Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat selalu tolong menolong dalam menjalani kehidupan di dunia, dalam kenyataannya manusia tidak dapat hidup sendiri karena Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lainnya.
Di tinjau dari kehidupan selama ini ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya Al Mudharabah.

  1. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas kali ini kita akan membahas mudharabah, lebih jelasnya tentang mudharabah kita harus mengetahui dan mepelajari hal-hal berikut:
1.      Apa pengertian mudharabah?
2.      Apa dasar hukum mudharabah?
3.      Apa syarat mudharabah?
4.      Apa rukun mudharabah?






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Mudharabah
Mudharabah pada asalnya”berjalan diatas bumi untuk berniaga” atau yang disebut juga Qiradh yang arti asalnya saling mengutang. Mudhrabah mengandung arti”kerjasama dua pihak yang satu diantaranya menyerahkan uang pada pihak lain untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya di bagi diantara keduanya menurut kesepakatan”.
Sedangkan dalam istilah para ulama’ Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan. Serta hasil usaha diperhitungkan sampai terputusnya hubungan kerja.
Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman:
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)[1]

B. Dasar Hukum Mudharabah
Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (Qs. an-Nisa’: 29).
Dan tidak diragukan lagi bahwa mudharabah adalah salah satu bentuk perniagaan yang didasari oleh asas suka sama suka, dengan demikian, akad mudharabah tercakup oleh keumuman ayat ini.
Pada akad mudharabah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata, yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, sama-sama merasakan keuntungan yang diperoleh. Sebagaimana mereka semua menanggung kerugian bila terjadi secara bersama-sama, pemodal menanggung kerugian materi (modal), sedangkan pelaku usaha menanggung kerugian non-materi (tenaga dan pikiran). Sehingga pada akad mudharabah tidak ada seorangpun yang dibenarkan untuk mengeruk keuntungan tanpa harus menanggung resiko usaha.[2]
            Muamalah dalam bentuk mudharabah disepakati oleh ulama’ tentang kebolehannya. Dasar kebolehannya itu adalah berdasarkan pengalaman nabi yang memperniagakan modal yang diberikan oleh siti khodijah sebelum beliau diangkat sebagai nabi. Dan kemudian ditetapkan sebagai takrir setelah beliau menjadi nabi. Berdasarkan hadits riwayat oleh ibnu majah:
ثلاث فيهن البر كة: البيع الي اجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع

Artinya: tiga hal padanya terdapat berkah :jual beli dengan pembayaran kemudian, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jelai untuk kepentingan rumah tangga, bukan untuk jual beli.
            Hikmah diperbolehkan muamalah dalam bentuk mudharabah itu adalah memberikan kemudahan bagi pergaulan manusia dalam kehidupamn dan keuntungan timbal balik tanpa ada pihak yang dirugikan. [3]
           
C.      Syarat Mudharabah
Agar akad mudharabah menjadi syah, maka disyaratkan beberapa syarat baik dalam pelaku akad ,modal maupun laba.
1. Syarat-syarat pelaku akad
            Hal-hal yang disyaratkan dalam pelaku akad(pemilik modal dan mudharib) adalah keharusan memenuhi kecakapan untuk melakukan wakalah. Hal itu karena mudharib bekerja atas perintah pemilik modal dimana hal itu mengandung makna mewakilkan.
2. Syarat-syarat modal
  • Modal harus berupa uang yang masih berlaku,yaitu dinar dan dirham.
  • Besarnya modal harus diketahui. Jika besarnya modal tidak diketahui maka mudharabah itu tidak syah,karena ketidak jelasan terhadap modal menyebabkan ketidak jelasan terhadap keuntungan.
  • Modal harus barang tertentu dan ada,tidak hutang. Mudharabah tidak syah dengan hutang dan    modal yang tidak ada.[4]

D. Rukun Mudharabah
v  Menurut ulama’ Syafi’iyah, rukun mudharabah ada lima yaitu:
1.      Modal
2.      Kerja
3.      Laba
4.      Sighah
5.      Dan pelaku akad
v  Menurut ulama’ Hanafiyah  rukun mudharabah adalah ijab dan qabul dengan lafal yang menunjukkan ijab dan qabul itu.
v  Tetapi menurut mayoritas ulama’, rukun mudharabah ada tiga yaitu:
1.      Pelaku akad atau (pemilik modal dan amil)
2.      Ma’quud ‘alaih (modal kerja dan laba)
3.      Sighah (ijab dan qobul)[5]

E. Jenis-Jenis Mudharabah
            Mudharabah ada dua jenis yaitu muthalaqah dan muqoyyadah.
1.Mudharabah Muthalaqah adalah seseorang yang memberikan modal kepada yang lain tanpa syarat tertentu. Atau dapat pula seseorang memberikan modalnya secara akad mudharabah tanpa menentukan pekerjaan, tempat, waktu, sifat pekerjaannya,dan siapa yang boleh berinteraksi dengannya.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah akad mudharabah yang pemilik modal menentukan salah satu hal diatas.

F. Sah dan Tidaknya Mudharabah
            Mudharabah dapat menjadi sah atau tidak yang masing-masing memiliki hukum tersendiri.
a.       Hukum mudharabah yang tidak sah
Jika akad mudharabah tidak sah seperti jika seseorang berkata kepada yang lain “Berburulah dengan jarring milik saya,dan hasil buruannya untuk kita berdua” maka menurut ulama hanafiyah,syafi’iya dan hanabillah, mudharib tidak bisa mengerjakan sesuatu dari yang dituntut dalam mudharabah yang sah.
b.      Hukum-hukum mudharabah yang sah
Hukum-hukum tersebut banyak,diantaranya ada yang berkaitan dengan kekuasaan mudharib, ada juga yang berkaitan dengan pekerjaannya, adapula yang berkaitan dengan hak mudharib dari pekerjaan, dan ada yang berkaitan dengan hak pemilik modal dengan modalnya.

G. Hal Yang Membatalkan Mudharabah
Dalam menjalankan mudharabah akad bisa batal karena:
1. Syarat yang ditentukan sudah tidak terpenuhi
2. Pekerja tidak lagi mampu melanjutkan usahanya
3. Salah satu pihak meninggal dunia.

.


BABA III
PENUTUP

A. Ksimpulan
            Akad mudharabah adalah salah satu hal yang mendatangkan manfaat dan tidak mendatangkan kerugian, atau manfaatnya lebih besar bila dibanding madharat-nya. Dan fakta perniagaan yang dilakukan oleh umat manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus merupakan bukti nyata akan hal tersebut.  Dengan demikian, akad mudharabah tercakup oleh dalil-dalil umum yang menghalalkan kita untuk berniaga dan mencari keuntungan yang halal, serta dalil-dalil yang menghalalkan segala hal yang bermanfaat atau yang manfaatnya lebih besar dibanding madharat-nya.
Pada akad mudharabah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata, yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, sama-sama merasakan keuntungan yang diperoleh. Sebagaimana mereka semua menanggung kerugian bila terjadi secara bersama-sama, pemodal menanggung kerugian materi (modal), sedangkan pelaku usaha menanggung kerugian non-materi (tenaga dan pikiran). Sehingga pada akad mudharabah tidak ada seorangpun yang dibenarkan untuk mengeruk keuntungan tanpa harus menanggung resiko usaha.

B. Saran
            Sebaiknya pihak yang menjalin hubungan kerjasama mudharabah mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi, pengalaman dan lainnya. Sehingga pada suatu saatnya nati, pihak yang menjalin hubungan kerjasama dapat mengelola kekayaannya dengan sendiri.

            Demikian makalah ini disajikan mungkin pembahasan materi ini kurang sempurna, oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana
Arifin Badri, Muhammad. www.PengusahaMuslim.com
Az-zuhaili, Wahab. 2011. Fiqih islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema insan



[1] Prof.Dr.Amir Syarifudin,Garis-Garis Besar Fiqih,(Jakarta:Kencana,2010) cet:3,hal:244
[2] Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri,www.PengusahaMuslim.com
[3] Ibid, hal: 246
[4] Prof.DR.Wahab Az-zuhaili,Fiqih islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema insane,2011) hal:482-483
[5] Ibid,hal:479
Sunday, May 13, 2012 0 komentar

Tafsir Dalam Tinjauan Al-Qur'an



إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ...
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disis Allah hanyalah Islam…,”( Qs.Ali ‘Imran :19)
A.TAFSIR MUFRADAT AYAT
- { إن الدين } المرضي { عند الله } هو { الإسلام } اي الشرع المبعوث به الرسل المبني على التوحيد وفي قراءة بفتح أن بدل من أنه الخ بدل اشتمال
(Sesungguhnya agama) yang diridai (di sisi Allah) ialah agama (Islam) yakni syariat yang dibawa oleh para rasul dan dibina atas dasar ketauhidan. Menurut satu qiraat dibaca anna sebagai badal dari inna yakni badal isytimal[1]
B.MAKNA TAFSIR SECARA GLOBAL
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ
Abu Ja’far berkata: Makna lafazh  الدِّينَ dalam ayat ini adalah ketaatan dan ketundukan,seperti perkataan seorang penyair
وَيَوْمُ الحَزْنِ إِذْ حُشِدَتْ مَعَدٌّ... وَكَانَ النَّاسُ، إِلا نَحْنُ دِينَا
“Dan di hari duka, ketika kedua kaki kuda dikumpulkan , sementara semua manusia hina kecuali kami.”[2]
Jadi , makna kata دِينَا dalam bait tersebut adalah taat dengan penuh ketundukan.
Begitu juga makna lafazh الإسْلامُ Adalah ketaatan dan ketundukan, kata kerjanya adalah اَسْلَمَ  yang artinya menyerahkan diri, sama bentuknya dengan ungkapan اقحط القوم yang artinya kaum itu masuk kemasa paceklik, dan ungkapan اسلموا yang artinya mereka masuk kedalam perdamaian, yakni dengan ketundukan dan tidak mengadakan perlawanan.[3]

Jika demikian makna kata tersebut, maka tafsir ayat  إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلام
adalah “sesungguhnya ketaatan yang diterima di sisi Allah adalah ketaatan kepada-Nya,serta ikrar lisan dan hati dengan ibadah  hanya kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dalam bentuk menunaikan perintah dan menjauhi larangan, tanpa ada pengingkaran dan penyimpangan, juga tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain dalam ibadah”.
Para mufasir berbeda pendapat, Perbedaan pendapat ini dilandaskan kepada dua model qira’ah, dengan mengkasrahkan (إِنَّ) atau memfathahkannya  sehingga dibaca (أَنَّ). Mayoritas mufasir mengkasrahkannya, yang berarti terlepas dari kontek sebelumnya. Sementara hanya Al-Kasa’y saja yang membacanya dengan fathah.

C.SYARAH TAFSIR AYAT
Kata  الدِّينَ mempunyai banyak arti,antara lain: ketundukan,ketaatan,perhitungan,balasan,juga berarti agama, karena dengan agama seseorang bersikap tunduk dan taat serta akan diperhitungkan seluruh amalnya, yang atas dasar itu ia memperoleh balasan dan ganjaran.
Kadang-kadang الدِّينَ disebut juga dengan kata lain yaitu millah, yang berarti agama. Dengan memakai kata millah atau millat, maka cakupan الدِّينَ itu menjadi meluas lagi, mencakup sekalian peraturan hidup, bukan saja ibadat, bahkan juga mengatur negara[4].
Agama atau ketaatan kepada-Nya, ditandai oleh penyerahan diri secara mutlak kepada Allah SWT. Islam dalam arti penyerahan diri adalah hakikat yang ditetapkan Allah dan diajarkan oleh para nabi sejak Nabi Adam as. Hingga Nabi Muhammad saw. Syariat Nabi-nabi bisa berubah karena perubahan zaman dan tempat, namun hakikat agama yang mereka bawa hanya satu yaitu Islam, sebab maksud agama adalah dua perkara:
1.      Membersihkan jiwa dan akal dari kepercayaan akan kekuatan ghaib, yang mengatur alam ini, yaitu percaya hanya kepada Allah dan berbakti, memuja dan beribadat kepada-Nya.
2.      Membersihkan hati dan membersihkan tujuan dalam segala gerak-gerik dan usaha, niat ikhlas kepada Allah. Itulah yang dimaksud dengan kata-kata Islam.
Ayat ini menurut Ibnu Katsir, mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama disisi-Nya dari seorang pun kecuali Islam,yaitu mengikuti rasul-rasul yang diutus-Nya setiap saat hingga berakhir  dengan Muhammad saw. Dengan kehadiran beliau, telah tertutup semua jalan menuju Allah kecuali jalan dari arah beliau sehingga siapa yang menemui Allah setelah diutusnya Muhammad saw. Dengan menganut satu agama selain syariat yang beliau sampaikan, tidak diterima oleh-Nya, sebagaimana firmannya:”Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima(agama itu)darinya, dan dia di akhirat termasuk oran-orang yang rugi”.(QS.Ali’Imran:85).
Jika demikian, Islam adalah agama para nabi. Istilah muslimin digunakan juga untuk umat-umat para nabi terdahulu, karena itu (tulis Asy-Sya’rawi) Islam tidak terbatas hanya pada risalah Sayyidina Muhammad saw.saja. Tetapi ,Islam adalah ketundukan makhluk kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran yang dibawa oleh para rasul,yang didukung oleh mukjizat dan bukti-bukti yang meyakinkan. Hanya saja-(lanjut Asy-sya’rawi)-kata Islam untuk ajaran para nabi yang lalu merupakan sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw.memiliki keistimewaan dari sisi kesinambungan sifat itu bagi umat Muhammad, sekaligus menjadi tanda dan nama baginya. Ini karena Allah tidak lagi menurunkan agama sesudah datangnya Nabi Muhammad saw. Selanjutnya,ulama mesir kenamaan itu mengemukakan bahwa ini telah ditetapkan jauh sebelum kehadiran Nabi Muhammad saw.firman Allah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim dan diabadikan, al-qur’an menyatakan :
هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا....
“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-qur’an )ini….”(QS.Al-Hajj:78).
Disisi lain diamati bahwa dalam al-qur’an tidak ditemukan kata Islam sebagai nama agama kecuali setelah agama ini sempurna dengan kedatangan Nabi Muhammad saw. Dari semua penjalasan di atas , tidak keliru jika kata islam pada ayat ini dipahami sebagai ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.karena, baik dari tinjauan agama maupun sosiologis, itulah nama ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.dan secara akidah Islamiyah, siapa pun yang mendengar ayat itu dituntut untuk menganut ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.,walaupun di sisi Allah semua agama yang dibawa oleh para rasul adalah Islam sehingga siapa pun,sejak -Adam hingga akhir zaman- yang tidak menganut agama sesuai yang diajarkan oleh rasul yang diutus kepada mereka, Allah tidak menerimanya.
Allah telah mengutus rasul-rasul membawa ajaran Islam, tetapi ternyata banyak yang tidak menganutnya. Banyak yang berselisih tentang agama dan ajaran yang benar, bahkan yang berselisih adalah pengikut para nabi yang diutus Allah membawa ajaran itu. Sebenarnya para nabi dan rasul yang diutus itu tidak keliru atau  salah, tidak juga lalai menjelaskan agama itu kepada para pengikut mereka karena tidak berselisih orang-orang yang telah diberi Al-kitab pada suatu kondisi ataupun waktu kecuali sesudah  datang pengetahuan  kepada mereka.
Menurut Ibnu Abbas, orang-orang musyrik membangga-banggakan bapak-bapak mereka, dan setiap kelompok menyatakan,”Tidak ada agama melainkan agama bapak-bapak kami dan apa yang ada pada diri mereka”. Lalu Allah mendustakan mereka dengan berfirman,”sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”yaitu agama yang dibawa Muhammad,agama para nabi,semenjak yang pertama hingga yang terakhir diantara mereka, dan bagi Allah tidak ada agama selain Islam ini,
firman-Nya:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan,barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima(agama itu) daripadanya,dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”(QS.Al-Imran:85).
Nabi Nuh berkata:        
فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“jika kalian berpaling(dari  peringatanku),aku tidak meminta upah sedikitpun daripada kalian. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri(kepada-Nya).”(QS.Yunus:72)
Nabi Ibrahim dan Ismail berkata:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ.....
“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.”(QS.Al-Baqarah:128)
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan,Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,demikian pula Ya’qub.(Ibrahim berkata),hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati kecuali memeluk agama Islam.”(QS.Al-Baqarah:132)
Musa berkata:
وَقَالَ مُوسَى يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
“Dan musa berkata,hai kaumku,Jika kalian beriman kepada Allah, maka bertakwalah kepada-Nya saja,jika kalian benar-benar orang yang berserah diri.”(QS.Yunus:84)
Allah berfirman:
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka(Bani Israil),berkatalah ia, siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk(menegakkn agama)Allah?. Para Hawariyyin(sahabat-sahabat setia)menjawab,kamilah penolong-penolong(agama Allah).kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.”(QS.Al-Imran:52).
D.ASBABUN NUZUL AYAT
Al-Kalabi ra. Mengatakan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan dua orang pendeta Nasrani Najran, ketika keduanya datang ke madinah untuk menemui Muhammad SAW, yang dikatakan sebagai Rasul terakhir. Setelah mereka bertemu dengan Rasul, mereka mendapati bahwa kota madinah dan sifat-sifat yang ada pada diri Muhammad SAW.sama persis dengan apa yang ada pada kitab mereka, lalu mereka bertanya kepada Rasul SAW.tentang syahadah yang paling  agung dalam kitab Allah, sebagai jawabannya, Allah lalu menurunkan ayat ini, merekapun akhirnya masuk Islam.(HR.Ats-Tsa’labi, lihat pada Al-‘Ujub fi bayan asbab:2/668)[5]







KESIMPULAN
Ini merupakan kabar dari Allah SWT bahwasanya tidak ada agama di sisi-Nya yang diterima dari seseorang selain Islam. Yaitu mengikuti para rasul dalam setiap apa yang mereka bawa pada setiap saat hingga berakhir pada Muhammad saw. Yang mana jalan menuju diri-Nya ditutup kecuali jalan Muhammad saw. Maka barang siapa menemui Allah( meninggal dunia) setelah diutusnya Nabi Muhammad saw.dala keadaan memeluk agama yang tidak sejalan dengan syariat-Nya, tidak akan pernah diterima. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Barang siapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima(agama itu) daripada-Nya.”
Melalui ayat ini, Allah SWT memberitahukan pembatasan, bahwa agama yang diterima di sisi-Nya hanyalah Islam.
           Islam adalah agama para penghuni langit dan agama ahli tauhid dari penduduk bumi. Allah tidak menerima dari seseorang suatu agama pun selainya. Berbagai agama yang dipeluk penghuni bumi ada enam macam, satu macam milik Ar-Rahman dan lima macam milik syaitan. Agama Ar-Rahman adalah Islam, dan milik syaitan adalah agamaYahudi,Nasrani,Majusi,Shabi’ah dan agama orang-orang musyrik.[6]
       Inilah yang terkandung di dalam ayat-ayat yang agung ini, berupa rahasia-rahasia tauhid dan ma’rifat.






DAFTAR PUSTAKA
1.Abdullah,Terjemah Tafsir Ibnu Katsir jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i
2.Hamka,Tafsir Al-Azhar juz 3,PT.Pustaka Panjimas,Jakarta,1983
3.Sarbani,Beni, Terjemah Tafsir Ath-Thabari jilid 5,Pustaka Azzam,2008
4.Suhardi,Kathur, Terjemah Tafsir Ibnu Qayyim,Tafsir ayat-ayat pilihan, Darul Falah,Jakarta Timur
5.Shihab,M.Quraish,Tafsir Al-Misbah:Pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an volume 2,Lentera Hati,Jakarta,2002
6.Tafsir Jalalain
                                  


[1] Tafsir Jalalain
[2] Bait ini dalam lisan Al-Arab pada bahasan lafazh (دين). Arti kata (قوم دين) adalah orang-orang yang beragama.
[3] Tafsir Thabari
[4] Tafsir Al-Azhar Juz 3,hal.130
[5] Tafsir Qur’an perkata
[6] Tafsir Ibnu Qayyim: tafsir ayat-ayat pilihan,hal 231-234

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Zudi Pranata. Powered by Blogger.
 
;